Sabtu, 28 Februari 2009

GURUH DAN KILAT


Guruh, memiliki suara sangat menggelegar. Gelegarnya mampu menggetarkan kaca-kaca jendela. Kadang, karena sangat kerasnya suara itu, mampu membuat kecut hati kita.

Kilat yang datang sebelum guruh, sangatlah terang dan menyilaukan mata. Kalau kebetulan kita menatapnya, untuk sesaat mata kita seolah buta. Kilat, seperti namanya, sangatlah cepat. Hanya sekejap mata, perjalanannya sangat jauh.

Dalam atmosphere, guruh dan kilat bermanfaat pada proses terjadinya ozon. Ozon, seperti perkiraan para ilmuwan, sangat bermanfaat untuk mengurangi radiasi sinar matahari yang berbahaya bagi kehidupan. Lapisan ozon di atmosphere, menjadi semacam payung raksasa yang melindungi kita. Allahu akbar.

Dalam mitologi Yunani, guruh dan kilat adalah senjata utama dewa Zeus. Apabila Dewa yang menjadi bapaknya Hercules itu marah, dia akan menghajar dengan lidah api dari angkasa itu. Namun, lain lagi dalam legenda masyarakat Jawa, guruh dan kilat justru pernah dikalahkan dan ditangkap oleh orang sakti Ki Ageng Selo.

Menurut kepercayaan tersebut, ujud guruh dan kilat setelah tertangkap berupa buaya yang mirip naga. Namun, setelah merasa takluk dan mau tunduk pada Ki Ageng sela, makhluk listrik itupun di lepas. Oleh karena itu, apabila kehujanan dan tiba-tiba mendengar guruh dan kilat, orang yang masih percaya mitos itu akan berteriak, "Gandriiiikk.., aku putune (cucunya) Ki Ageng Selo !!!" Konon, dengan teriakan itu, kilat tidak jadi menyambar karena takut.

Di dunia kartun, lahir hero yang memiliki kemampuan lari sangat cepat bagaikan kilat, serta ditangannya keluar petir yang dahsyat. Pahlawan super itu bernama Flash untuk Ameika Serikat, dan Gundala Putera Petir untuk Indonesia.

Di dunia sains, "penakluk" kilat (petir) adalah Benyamin Franklin. Melalui serangkaian uji cobanya dengan bermain layang-layang di waktu hujan, peneliti ini tahu tentang sifat-sifat listrik alam itu. Alhasil, berkat hasil uji cobanya, diketemukanlah penangkal petir. Hampir seluruh gedung-gedung tinggi di jaman sekarang, selalu ada produk temuannya itu.

Guruh dan kilat adalah makhluk ciptaan Allah, yang dilukiskan dalam al Qur'an, senantiasa bertasbih kepada-Nya. Ra'd dan barq untuk sebutan guruh dan kilat, merupakan salah satu "pena" Allah yang dipakai sebagai media pembelajaran manusia. Kalau hidup itu ibarat bertani, guruh dan kilat adalah "tanda" sebentar lagi hari akan hujan. Maka, bagi yang "sudah bercocok tanam", kemudian mendengar guruh dan melihat kilat, akan disikapinya sebagai kabar gembira (basyiran). Air sebentar lagi akan turun dari langit menyiram bumi. Dan hampir bisa dipastikan akan terjadi tahap berikutnya, "menghidupkan bumi setelah matinya (yuhyi al ardha ba'da mautiha)".

Namun bagi yang bukan petani, guruh dan kilat, sering disikapi sebagai sesuatu yang "mengancam". Kalau kita sedang bepergian kemudian guruh dan kilat itu diteruskan hujan, biasanya kita mengatakan "cuaca sedang tidak bersahabat'. Bahkan, kalau kita naik pesawat terbang, maka kita mengatakan "cuaca buruk". Guruh, kilat, dan juga hujan dimaknai sebagai "warning (nadziran)" :bahwa sebentar lagi akan ada cuaca yang berbeda.

Guruh memiliki yang suara paling lantang, sementara kilat memiliki sinar sangat menyilaukan di alam. Hanya orang-orang tuli atau menulikan diri sajalah yang tak mendengar suara gelegar guruh. Begitu juga hanya orang-orang buta dan membutakan diri sajalah yang tak melihat kilauan cahaya kilat. Hampir seperti itulah "pesan" al Qur'an bagaikan ra'd (guruh) dan barq (kilat). Dia adalah kabar gembira (basyiran) dan sekaligus pemberi peringatan (nadziran). Tinggal kita saja apakah mau menyikapinya dalam hidup ini seperti petanikah ataukah yang lain?.

Yang pasti Rasulullah SAW berkata, "Dunia itu ladang buat akhirat". Maka, pilihannya tentu sudah jelas, kalau ingin panen jadilah "petani". Bukankah dunia ini "ladang ?".

Rabu, 25 Februari 2009

BAHASA ABU BAKAR



Bahasa Abu Bakar adalah kejujuran yang benar-benar smart.

Kisah ini saya temukan ada pada ilmu Badie' Tauriyah yang menjadi salah satu pembahasan dalam ilmu Balaghah.

Konon suatu hari Abubakar menemani Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah. Dalam perjalanan yang sangat mencekam itu tiba-tiba beliau berdua dicegat oleh seorang pemuda yang menaiki kuda sambil membawa pedang terhunus. Tiba-tiba dengan bersuara lantang pemuda itu bertanya,

"Wahai Abu Bakar, siapa orang disampingmu ini? Saya mau mencari Muhammad yang mengaku Nabi dan memecah belah bangsa Qurays akan saya bunuh".

Abu Bakar sempat terdiam. Bapaknya Aisyah ini mulai berpikir keras tentang bagaimana dapat menyelamatkan sahabatnya (Nabi Muhammad) yang berada disampingnya itu tetapi tetap dalam bingkai kejujuran.

Kemudian dengan tanpa ragu-ragu sahabat Nabi yang terkenal As Shiddiq ini menjawab,
"Orang yang disampingku ini adalah Penunjuk Jalanku!".

Dengan kecewa mendengar penegasan Abu Bakar maka pemuda itu sambil pergi berkata,
"Ya sudah..., kalau dia sekedar penunjuk jalanmu. Yang sedang saya cari itu Muhammad si pembuat onar itu !"

Dari peristiwa ini ada hal yang menarik. Sahabat Nabi yang kelak menjadi khalifah yang pertama itu tetap berhasil mempertahankan integritas kejujurannya, senyampang dengan itu beliau berhasil menyelamatkan manusia yang paling dihormatinya (nabi Muhammad).

Bagi Abu Bakar makna kata kata "Penunjuk Jalanku" adalah penunjuk jalan kehidupan dunia dan akhirat. Itulah sebutan lain untuk Nabi Muhammad yang sangat berarti bagi kehidupan Abu Bakar. Sedangkan bagi pemuda yang mau membunuh itu, "penunjuk Jalanku" dimaknai sekadar guide pasang pasir agar seseorang tidak tersesat dalam perjalanan.

Abu Bakar memahaminya dengan makna yang jauh (ba'id), dan itulah memang yang sejatinya yang dimaksudkan. Sedangkan sang Pemuda yang tergesa-gesa mau membunuh Nabi Muhammad itu memahaminya dengan makna dekat (qarib). Akibatnya maka kelirulah dia.

Barangkali seperti itulah bahasa Al Qur'an yang sudah menjadi bahasa Abu Bakar. Ada unsur kecerdasan sekaligus kejujuran disana. Dan tentu saja untuk mendalaminya bukan sekedar pandai ilmu alat (ilmu bahasa dan lain-lainnya). Modal pandai ilmu alat saja tak cukup. Bukankah waktu itu Abu Jahal maupun pendukungnya sangat pandai bersyair dan menguasai bahasa Arab?. Toh mereka akhirnya tersesat juga.

Saya kira layak direnungkan kembali penegasan Allah dalam al Qur'an, "Dan tak akan menyentuhnya (pesan terdalam al Qur'an) kecuali orang-orang yang bersih (dari berbagai motivasi jahat)".

Wallahu a'lam bi al shawab.

REJEKI CICAK

Seorang Ustadz yang dulu sering tampil di TV pernah berkata,
"Bapak dan Ibu tak usah khawatir, rejeki itu sudah ditentukan oleh Allah sehingga ada bagian dan ukurannya sendiri-sendiri. Tinggallah bisa tidak kita menjemput rejeki itu dengan ikhtiar".
"Lihatlah cicak yang hidupnya menempel pada dinding rumah sedangkan nyamuk makanannya bersayap dan bisa terbang. Toh cicak tak pernah protes, Ya Tuhan kenapa engkau mendisain calon makananku bisa terbang sedangkan aku tidak?".

Selanjutnya sang Ustadz menyimpulkan,
"Dari pelajaran tersebut maka kita bisa kita petik pelajaran, bahwa rejeki kita itu sudah ada yang mengatur. Sehingga kita tak perlu protes kepada Tuhan. Semua makhluk itu sudah disiapkan rejekinya oleh Allah."

Itulah pandangan sang Ustadz yang selalu dicoba ditanamkan kepada seluruh jamaah yang hadir maupun menonton televisi.

Memang benar, Allah telah mengatur rejeki masing-masing makhluk. Nyamuk dimakan cicak sehingga nyamuk adalah rejeki cicak. Sedangkan makanan nyamuk adalah darah, maka darah adalah rejeki nyamuk.

Yang dilupakan sang Ustadz itu bahwa analogi kehidupan cicak dibandingkan dengan manusia dalam mengais rejeki adalah dua hal yang berbeda. Cicak jelas bukan manusia. Kemampuan cicak jauh dibawah kemampuan manusia. Kalau cicak mencari makan sebatas hanya sesuai kebutuhannya. Sedangkan manusia bisa serakah, monopoli, kapitalistik bahkan menjajah dan memperbudak manusia lain. Oleh karena itu penyikapan mencari rejeki seperti cicak adalah kesalahan fatal.

Mungkin pandangan analogi cicak tersebut muncul dari pemahaman yang salah tentang tawakkal (berserah diri kepada Allah). Tawakkal bukanlah seperti cicak dalam mencari makanannya. Tawakkal adalah membiarkan diri kita diatur oleh Allah (ajaran Allah) sehingga hal itu berarti kita menyerahkan seluruh kehidupan kita dikelola sesuai ajaran Allah. Dan itupun tetap harus dilukukan usaha yang maksimal kemudian soal hasil kita serahkan kepastian Allah.

Allah menugaskan Nabi Musa a.s. agar membebaskan Bani Israil dari perbudakan Fir'aun. Manusia tidak dibolehkan membiarkan ketidak adilan, penjajahan maupun pendzoliman manusia lain. Bersikap hanya seperti cicak tak mungkin dilakukan dalam kehidupan manusia. Manusia mampu memiskinkan manusia lain. Makhluk cerdas ini juga mampu membuat manusia lain tak punya peluang dan kesempatan mengais rejeki. Oleh karena itu maka manusia memerlukan pengaturan. Dan itulah fungsi ajaran Allah mengatur kehidupan manusia agar tercapai keadilan.

Yang pasti manusia memerlukan iman, hijrah dan jihad termasuk dalam hal pencarian rejeki Allah, sedangkan cicak tidak.

Senin, 23 Februari 2009

HAKUNA MATATA


Timon dan Pumba tokoh dalam film Lion King sering mengahadapi kesulitan. Ada sesuatu prinsip yang menarik dan selalu mereka berdua ucapkan setiap bertemu masalah yaitu : “Hakuna matata…”. Entah dari bahasa mana ucapan tersebut yang pasti jargon itu sangat bernas untuk mendongkrak semangat kita yang sedang hopless akibat krisis global saat ini.

Don’t worry, jangan khawatir itulah kira-kira arti hakuna matata. Paling tidak dengan semboyan ini hormon kortisol (hormon kecemasan) kita akan berkurang dan kemampuan berpikir jernih kita akan kembali. Dan tentu saja menjadi siap menghadapi ATHG (ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan).

Mendengar ucapan itu saya jadi teringat mendiang mantan Wapres RI Adam Malik. Ucapan beliau yang juga mantan wartawan dan mentri luar negri itu adalah, “Semua… bisa diatur”. Penggabungan kedua kata itu menjadi, “Jangan khawatir…semua bisa diatur”. Kesan yang barangkali timbul adalah optimisme, meskipun kadang mungkin menghalalkan segala cara.Bandingkan dengan semboyan yang dipopulerkan Dr. Aidh al qarny dalam kitabnya La Tahzan (jangan bersedih).

Saya kira pada kisah nabi Musa tatkala menghadapi rezim Fir’aun yang sangat otoriter dan ingin membabat habis semua pengikut Musa, maka ucapan nabi agung penerima kitab Taurat ini adalah “La takhaf wa la tahzan, innallaha ma’ana”. (jangan gentar dan jangan takut sesungguhnya Allah bersama kita).Jadi barangkali yang lebih tepat adalah: :”Jika anda sudah hidup bersama Allah maka tak perlu gentar dan takut menghadapi siapapun”.

Persoalan berikutnya adalah bagaimana “hidup bersama Allah itu” ? Tentu bukan seperti pengertian para ahli kebatinan yang mengisyaratkan bersatunya “tubuh manusia” dengan “tubuh Tuhan”. Bersama Allah disini berarti keberpihakan Allah selalu berada kepada mereka yang secara tepat melaksanakan setiap perintahnya dan menjauhi larangannya. Dan itu berarti manusia tersebut selalu berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran Allah. Hati, ucapan dan perbuatannya manifestasi ajaran Allah. Inilah yang nanti disebut oleh Nabi SAW, orang mukmin itu kalau marah, setuju ataupun berharap merupakan pendelegasian dari kehendak Allah.

Jadi, mungkin yang tepat adalah hakuuna matata…innallaha ma’ana!!!

Minggu, 15 Februari 2009

SHOLAT MI'RAJ ORANG-ORANG MUKMIN

Rasulullah SAW menerangkan bahwa sesungguhnya sholat itu mi’rajul mukminin. Hadits ini bisa dipahami dengan beberapa cara, antara lain :
Sholat itu adalah alat naik (tangga) bagi orang–orang mukmin (untuk meningkatkan kualitas ruhaninya)
Sholat itu adalah alat naik (untuk manusia biasa agar) mencapai mukmin.
Sholat itu alat naik (tangga) untuk (meningkatkan belajar al qur’annya) bagi para mukmin yang sedang melaksanakan perintah rattilil qur’an.

Sholat untuk peningkatan kualitas (mutu) ruhani.
Kualitas (mutu) ruhani seseorang tak terlihat akan tetapi sangat penting bahkan menentukan. Kondisi inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia yang punya mata, telinga dan hati tetapi tidak pernah digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dinyatakan nyaris seperti ternak.

Manusia yang tabiatnya adalah makhalul khata’ wa nisyan (tempatnya salah dan lupa) sangat memerlukan shalat. Mengapa ? Karena shalat merupakan wahana agar manusia kembali insyaf (sadar) tentang tugas kemakhlukkannya yaitu hidup itu untuk mengabdi kepada Allah.

Shalat juga merupakan jalan agar kesadaran hidup dengan ajaran Allah agar tetap menyala, sehingga manusia menjadi makhluk yang bisa ngrumangsani (insyaf) dan bukan rumangsa bisa (istaghna).

Ketika ruhani manusia dalam kondisi puncak -(seperti Rasulullah SAW), maka manusia itu seperti malaikat yang berjalan diatas bumi. Atau bahkan lebih unggul dibandingkan malaikat.

Dengan shalat, ruhani manusia senantiasa terasah sehingga hati menjadi peka dan akhirnya muncul sifat akhlakul karimah.

Shalat adalah metoda menjadi seorang mukmin.
Hampir mustahil tanpa sholat bisa menjadi mukmin. Mengapa ? Karena seluruh kegiatan dalam sholat adalah miniatur gerak hidup mukmin. Dalam sholat ketiga aspek ruang lingkup definisi Iman (’aqdun bil qalbi wa iqrarun bil lisani wa ’amalun bil arkani)
Tambatan dengan hati
Ucapan dengan lisan
Pengamalan seluruh anggota
Ungkapan para penganut aliran kebatinan aku wis shalat sak durunge shalat (saya sudah shalat sebelum shalat) hanyalah bentuk kemalasan.

SHOLAT KUNCI AL JANNAH


Rasulullah SAW bersabda : “Sholat itu kunci kebahagiaan”. Sebagai faktor yang menentukan (kunci) maka sholat yang berkualitas (khusyuk) akan mampu membukakan kebahagiaan dunia (jangka pendek) dan kebahagiaan akhirat (jangka panjang).

Hal-hal yang mampu menciptakan bahagia itu antara lain ketenangan hati, seperti yang difirm

ankan Allah :
- Ala bidzikrillah tatmainul qulub.
(Berdzikirlah kepada Allah karena dengan berdzikir hati jadi tenang).
- Anzala sakinah fi qulubil mukmin
(Dialah yang menurunkan kedamaian di hati para mukmin).

Secara kimiawi, ketika seseorang meraih ketenangan dan kedamaian hati, di otak diproduksi endorphin (semacam morfin alami) yang akan mengakibatkan suasana yang nyaman (pleasure effect). Keadaan ini diiringi dengan menurunnya gelombang listrik otak kearah alfa – theta level (suasana relaksasi).

Suasana relaks, tenang, damai, sejahtera menimbulkan menurunnya hormon kortisol yang biasanya menyertai orang yang dilanda kecemasan. Apabila hormon ini diproduksi terlalu banyak maka akan sangat mengganggu keseluruhan metabolisme dalam tubuh manusia.

Secara psikologis ucapan-ucapan dan do’a di dalam shalat dapat mengurangi beban-beban berbagai persoalan (over load), karena dengan sholat seolah para pesholat sedang menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Allah Sang Penciptanya. Dalam hal ini ada rumus : ” Bila ada suatu problem itu diceritakan kepada orang lain maka problem itu berkurang separo dan bila ada suatu kebahagiaan itu di ceritakan maka justru akan menjadi bertambah dua kali lipat”.

Sholat karena bersifat rutin (disadari atau tidak) kadang terasa menjemukan dan membosankan. Hal ini terjadi karena sholat yang semacam itu yang aktif baru otak kiri, yaitu belahan otak yang berfungsi logika, berhitung dan berpikir linier lainnya. Menghitung roka’at, menerjemahkan bacaan serta mengatur gerakan-gerakan sholat yang selalu di ulang dilakukan oleh otak kiri, sehingga otak tersebut akan menyampaikan informasi kebosanan (karena sesuai sifatnya). Lain halnya apabila sholat juga mengikut sertakan rasa, emosi, cinta, pengharapan, insyaf dan haru maka sholat terasa indah dan nyaman. Sholat seperti itu adalah sholat yang menghadirkan ”hati” atau sholat dengan otak kanan. Bandingkan kegiatan ini dengan ”pekerjaan menunggu’ dengan ” bercengkerama bersama kekasih yang dicintainya”. Walaupun kegiatan bercengkerama itu dilakukan berulang-ulang dan lama, tetapi tak pernah terasa membosankan bahkan yang timbul adalah suasana bahagia dan ”makin lama makin cinta”. Itulah barangkali mengapa Rasulullah selalu suka berlama-lama dalam sholat, karena sholat bagi beliau itu indah dan asyik. Sholat mestinya mensinergikan otak kiri dan kanan sekaligus sehingga mengaktifkan ”God Spot”. Inilah perbedaan antara sholat yang berdimensi ritual dan spiritual.

Keindahan dan keasyikan dalam sholat itu tak akan terjadi bila :
- Niat kita tidak sungguh-sungguh dan ikhlas
- Dilakukan sambil tergesa-gesa ataupun sekedar iseng maupun riya’.
- Tanpa jeda, tanpa relaks dan tanpa tuma’ninah tanpa menghayati maknanya.
- Lingkungan yang tak kondusif
- Tanpa mengubah mind set kita tentang sholat kita yang sudah salah kaprah.

ACARA PURA-PURA


Bila kita tonton acara-acara di stasiun televisi dalam negri, saya kira hampir 90 prosen berisi acara hiburan. Kebanyakan dari acara hiburan itu semua pura-pura. Sekalipun itu acaranya live, tetapi acara-acara itu pura-pura. Dalam acara olah raga misalnya, manusia saling berebut si kulit bundar seolah-olah sedang berjuang demi pemulyaan derajat kemanusiaan. Padahal kita tahu, rebutan bola itu di tingkat rt-rw maupun piala dunia hakekatnya sama saja: bermain-main. Olah raga lainnya seperti balap mobil, balap motor, tinju, bulutangkis dan sejenisnya semua hakekatnya sebuah kepura-puraan yang dikemas bisnis. Itu bukan pertarungan perjuangan ala pejuang Gaza Strip di Palestina, tetapi hanyalah sebuah kehebohan yang sengaja dibikin demi menyembah kapitalisme.

Begitu juga sinetron, lawak, dance, pentas musik dan sejenisnya, nyaris lebih banyak menyita ruang dan waktu secara luar biasa dalam "peradaban" pertelevisian kita. Acara pentas musik di panggung-panggung terbuka dengan luapan penonton berjingkrak-jingkrak sampai lupa diri dan bahkan sering tawuran menjadi acara unggulan. Generasi muda kita telah disetting sedemikian rupa agar tak mampu berpikir dan berperasaan dengan jernih dan benar.

Memang ada acara yang sungguh-sungguh dan bukan pura-pura seperti Kick Andi, Tolong, Bedah Rumah, National Geographic, Laptop Si Unyil, Wisata Kuliner, Warta Berita, Dialog , Oase, Biography, Termehek-mehek dan sejenisnya tetapi kelihatannya prosentasenya sedikit. Padahal sebenarnya acara seperti itulah yang benar-benar dapat mencerahkan alam pikiran kita dalam arti yang sesungguhnya.

Acara yang bersifat kepura-puraan itu sangat cocok bagi anak-anak kita yang masih di bangku SD dan SMP. Acara seperti Jalan sesama, Dora the Explorer, Jejak Petualang, Panji dan sejenisnya sangat mendidik. Tetapi bagi yang sudah mengenyam SMA , Perguruan Tinggi maupun orang dewasa tentu acara "bohong-bohongan" sangat kurang bermanfaat. Acara semacam sinetron manusia bisa terbang dan berubah menjadi monster, dari tangannya keluar halilintar dan sebagainya itulah yang membodohi masyarakat. Mending kalau sinetron itu berisi sains fiksi yang futuristik sehingga mampu membangkitkan inspirasi untuk munculnya ilmuwan-ilmuwan di masa depan.

Begitu juga lagu pemujaan sang kekasih yang amat berlebihan seolah-olah tak menyisakan bahwa sebenarnya masih ada tema-tema lain yang lebih cerdas. Tetapi kenapa televisi kita dipenuhi lagu-lagu semodel "Belah duren" dan sejenisnya, padahal kita tahu toh akhirnya kekasih yang dipuja-puja itu akhirnya bercerai. Begitu juga lagu Pangeran Cinta , Lasykar Cinta dan sejenisnya ternyata dalam kehidupan aslinya sang Pangeran Cinta justru terjadi kemelut rumah tangga yang parah.

Begitulah kepura-puraan di jaman kita ini telah menjadi agama dan bisnis yang luar biasa. Akibatnya tentu sangat jelas muncul fenomena ala dukun cilik Ponari yang konon hampir tersambar halilintar dan terkena batu, tiba-tiba ketenarannya mampu mengalahkan para Dokter Spesialis manapun dalam mengobati masyarakat. Maka berduyun-duyunlah sebagian masyarakat kita mencari air yang disentuh Ponari maupun yang dipakai mandi Ponari untuk obat. Maka bila kita tak berubah, dari sini kita bisa berhitung, dua puluh tahun yang akan datang bangsa kita akan jadi bangsa terbelakang di banding bangsa-bangsa lain.

Nggak percaya...mari kita tunggu dan lihat....!!!

Konon Rabindranath Tagore pernah berkata:
"Peradaban kita itu adalah peradaban yang pura-pura bersungguh hati.."

Sabtu, 14 Februari 2009

SUARA RAKYAT SUARA TUHAN ?

Suara rakyat adalah suara rakyat. Suara tuhan adalah suara tuhan. Rakyat adalah rakyat dan bukan Tuhan. Pernyataan vox populli vox dei yang sering dikutip para politisi biasa diartikan sebagai suara rakyat adalah identik suara Tuhan agaknya belum tentu benar. Bagaimana kalau rakyatnya ingkar kepada tuhan?. Masihkah suaranya adalah suara tuhan ? Apakah bukan suara syetan?.

Suara rakyat yang memiliki Iman barangkali itulah yang memiliki suara tuhan. Karena bukankah tuhan itu selalu berpihak kepada mereka yang beriman?. Selain karena iman, suara tuhan seringkali juga berpihak kepada mereka yang tertindas (mustad'afin). Oleh karena itulah rahasia mengapa para nabi/ rasul selalu berpihak pada mereka yang lemah dan tertindas. Sehingga, dengan dikawal oleh para Nabi dan Rasul maka rakyat benar-benar dibimbing oleh hikmah kebenaran tuhan. Rakyat seperti inilah barangkali yang layak suaranya benar-benar suara Tuhan.

Dalam Pancasila mungkin istilah suara rakyat adalah suara Tuhan itu tertuang dalam kesadaran sila ke empat: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaaan dalam permusyawaratan / perwakilan". Hikmah seperti kita ketahui, terdapat dalam intisari agama-agama. Khusus untuk umat Islam, hikmah itu tidak lain adalah ajaran Allah. Sebab, ajaran Allah yang diajarkan kepada (nabi) Luqman al Hakim adalah al Hikmah (lihat al Qur'an dalam surat Luqman).

Oleh karena itu yang tepat bukan demokrasi ataupun theokrasi dalam penjabaran Pancasila tetapi theodemokrasi, yaitu sebuah demokrasi kerakyatan yang selalu dibimbing oleh hikmah (ajaran tuhan) dalam setiap peraturan yang dihasilkannya. Konon istilah tersebut dperkenalkan oleh buya Dr. M Natsir almarhum.

Agaknya bangsa Indonesia tidak perlu membisu, menuli dan membutakan diri apalagi phobia terhadap ajaran tuhan (termasuk misalnya al Qur'an), agar setiap produk hukum yang dihasilkannya tidak terjerumus kepada hal yang tidak benar. Seperti kata almarhum Dr. Nurcholis Majid, "Pancasila itu sebuah ideologi yang terbuka", yang tentu saja selalu membuka diri terhadap segala kebaikan. Apalagi kalau kebaikan itu bernama al Qur'an. Why not ?

Jumat, 13 Februari 2009

PEMILU = PEMBUAT PILU ?


Bisa jadi judul diatas ada benarnya. Paling tidak bagi mereka yang tak berhasil memperoleh kursi jabatan, padahal sudah terlanjur keluar uang banyak. Ibarat berjudi, mereka kalah. Akibatnya, mereka uring-uringan, membuat onar bahkan ada seorang calon bupati yang stress dan gila karena tak siap menghadapi kenyataan kekalahannya.

Bagi mereka yang menang dan berhasil meraih kursi kekuasaannya, mungkin juga akan membuat pilu rakyat. Ini bisa terjadi bila orang yang telah berhasil meraih kedudukannya tersebut mulai berpikir tentang bagaimana mencari “ganti rugi” biaya yang dikeluarkan selama kampanye sebelumnya. Maka bukan tak mungkin, bila program utama yang dilakukannya adalah bagaimana secepat mungkin dapat mengembalikan seluruh biaya politik yang tak sedikit itu.

Di tempat saya, - menurut salah seorang tim sukses salah seorang kandidat caleg DPRD kabupaten, uang yang dikeluarkan kandidat tersebut untuk biaya kampanye sampai 60 hari sebelum pemilu, jumlahnya sudah mencapai 270 juta rupiah. Untuk ukuran desa tempat tinggal saya, uang sebesar itu bisa untuk kegiatan ekonomi banyak hal. Bandingkan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikucurkan pemerintah yang hanya 5 juta rupiah.

Uang itu habis untuk spanduk yang mubadzir, kain bendera yang terlalu banyak, kaos-kaos yang hanya dipakai saat kampanye, brosur-brosur yang tak mendidik apapun serta kegiatan-kegiatan yang cenderung hanya foya-foya. Inilah barangkali makna sesungguhnya “pesta demokrasi” yang sangat ditunggu itu.

Kalau memang itu yang dianggap baik maka saya ucapkan selamat berpesta dan bersiaplah untuk berhati pilu.