Jumat, 23 Oktober 2009

PRESIDEN VS DUKUH


Untuk membandingkan Presiden dan Dukuh saya punya kata mutiara asli susunan saya sebagai berikut :

KESEL NANGING ORA KASIL
(lelah tetapi tiada hasil)
Yang dilakukan orang kecil (rakyat jelata), sudah pontang panting kesana kemari bekerja sangat keras (memeras keringat membanting tulang) tetapi hasilnya sangat kecil. Orang kecil bekerja dengan cara "Endas tak nggo sikil lan sikil tak nggo endas" (Kepala dipakai sebagai kaki dan kaki dipakai sebagai kepala) alias kerja jungkir balik tetapi hasilnya sangat tidak signifikan.

KASIL NANGING ORA KESEL
(hasinya ada tetapi tidak lelah)
Yang dilakukan orang gedhe (pejabat-pejabat tinggi), presiden, mentri, pengusaha besar dll. Manusia yang menurut Robert T Kiyosaki sudah hidup di kuadran IV sehingga mengalami financial freedom.

Gaji Presiden dibanding gaji Pak Dukuh di dusun saya sangat jauh bedanya. Padahal keduanya oleh Allah hanya diberi waktu 24 jam sama persis. Kerajinan Pak Wagimin (Pak Dukuh) di kampung saya tak kalah rajin dengan sang presiden. Dulu waktu pelantikannya tidak memakan uang rakyat bermilyar-milyar seperti para anggota DPR. Padahal kontribusi Pak Dukuh sangat jelas, tetapi mengapa gajinya"harus" sedikit ? Padahal putra-putrinya juga butuh pendidikan dan kesehatan. Dan semua itu bermakna uang. Kalau paradigma pembangunan Nasional masih seperti ini terus maka tujuan nasional "menuju masyarakat adil makmur" itu mustahil tercapai. Nggak percaya ? Buktikan aja nanti....

ORANG BAIK


Ada seorang teman memberi nasehat kepada saya bahwa eksistensi kita sebagai manusia itu akan hampa apabila kita tidak memposisikan sebagai "orang yang baik" dan "orang yang bermanfaat" bagi orang lain. Ya ... bahkan kepada "musuh" kita. Sehingga wajar jika Rasulullah SAW. memberi nasehat, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain". Dalam kaitannya dengan itu, teman saya memberi nasehat kalau kamu bertemu seseorang maka lakukanlah minimal empat hal.

Pertama, kalau kita bisa dan memiliki sesuatu maka bantulah orang tersebut.
Kedua, kalau kita yang pertama tidak punya atau tidak bisa maka berikanlahlah nasehat. Siapa tahu kelak nasehat itu kan bermanfaat baginya.
Ketiga, kalau yang kedua kita tidak mampu maka tersenyumlah. Karena senyum adalah shadaqah sekaligus dapat memberi semangat.
Dan terakhir kalau ketiga-tiganya nggak punya dan nggak bisa maka do'akanlah agar orang tersebut dalam kebaikan.

Wah.., kalau semua orang bersikap seperti itu maka rasanya "syurga" itu terasa dekat. Dan tak perlu menunggu ganti presiden dan ganti mentri tujuh kali. Fenomena seperti ini muncul kalau kita mau menginap di hotel berbintang. Sejak dibukakan pintu, check in, sarapan dan sebagainya kita disambut dengan keramahan dan antusias yang tinggi. Yang membedakan adalah para pegawai hotel itu melaksanakan "bisinis keramahan" itu karena uang. Sehingga mungkin bagi para tamu hotel yang datang hal itu indah, tetapi bagai pegawainya merupakan kepura-puraan.

Ada seorang guru saya yang menerangkan bahwa menuju masyarakat adil makmur itu tidak perlu harus sekian periode kita lalui. Sejak orde penjajahan, orde lama, orde, baru dan orde reformasi ternyata tujuan itu tak kunjung tercapai. Sebenarnya "besok pagi" pun masyarakat adil makmur itu dengan mudah akan tercapai. Caranya ? Masing-masing anggota masyarakatnya bersedia untuk berbagi.

Rumusnya :
Yang pandai mengajar yang bodoh
Yang kuat menolong yang lemah
Yang sehat membantu yang sakit
Yang berkuasa menghormati yang tidak berkuasa

maka benarlah firman Allah :
"Dan tolong menolonglah kalian dalan kebaikan dan ketaqwaan dan jangan tolong menolong dalam salah dan dosa"

Nah itulah "syurga dunia akhirat", yang isinya orang baik-baik. Kapan ya itu terjadi ???

Sabtu, 03 Oktober 2009

MISTERI GEMPA DAN TEORI "OAG"

Saya mendapatkan SMS dari keponakan. Isinya memberi tahu bahwa gempa yang melanda di Sumatera Barat itu tepat pada jam 17:16 WIB. Dan setelah saya cek pada harian Kompas ternyata betul. Selanjutnya dalam SMS itu dikatakan bahwa ternyata angka tersebut bersesuaian dengan surat al Isra’ ayat 16. Isinya tentang kehancuran suatu kawasan karena tidak mentaati Allah. Untuk lengkapnya saya kutipkan surat 17 ayat 16 sebagai berikut:

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Menurut ceritanya, konon keponakan saya itu bergetar lantaran takut membaca ayat itu. Selanjutnya dia minta pendapat saya mengenai hal tersebut.

Saya jadi teringat teori kakak saya, yaitu teori OAG (Othak Athik Gathuk). Teori ini selalu menghubungkan peristiwa tertentu dengan hal-hal yang berbau mistis ataupun agamis. Seolah dalam teori ini membedah “pesan-pesan rahasia” Tuhan dalam berbagai peristiwa. Ternyata gejala OAG ini juga melanda dimana-mana. Sebut saja misalnya gambar-gambar yang selalu dikaitkan dengan tulisan Allah dan Muhammad yang muncul di awan, pohon, kulit binatang, kerang, pring pecah dan sebagainya. Menurut sebagian orang peristiwa itu untuk menambah ketebalan Iman.

Lain lagi dengan istri saya, ketika terjadi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung ternyata muncul “keajaiban”. Ada sebuah masjid yang masih utuh tegak berdiri, padahal segala bangunan lainnya seperti rumah telah hancur tersapu banjir. Menurutnya, itulah bukti “kebesaran kekuasaan” Allah. Pendapat ini makin diperkuat dengan munculnya sebuah ceramah dari seorang ustadz di sebuah TV swasta yang menyatakan hal itu merupakan bukti “mukjizat” dari Allah. Nah, ketika terjadi gempa di Padang Sumatera Barat ini ada sebuah Masjid bernama Nurul Iman ternyata hancur juga. Kemudian saya berkata pada istri saya, “Hancur atau tidak hancur sebuah masjid itu adalah sunnatullah yang selalu obyektif, dan semua itu sama-sama menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah”. Istri saya kelihatannya belum puas atas jawaban saya. “Tetapi begitulah ! Logika Tuhan (God Logic) itu tidak harus selalu sama dengan logika kita manusia yang kadang sangat naif dan lemah” jawab saya lebih lanjut.

Di harian Kedaulatan Rakyat yang terbit di Yogyakarta, pada kolom “Sungguh-sungguh Terjadi” mengaitkan bahwa Gempa Sumatera itu ada hubungannya dengan G 30 S PKI. Keduanya sama-sama terjadi pada tanggal 30 September dan sama-sama memakan korban yang sangat banyak. Bolehlah pendapat itu ya ...!

Ternyata gejala OAG ini tidak hanya melanda kalangan awam tetapi bahkan kalangan akademisi. Sebut misalnya Ustadz Fahmi Basya dalam bukunya Matematika Al Qur’an yang sangat mengagumkan itu, ternyata kadang-kadang ada hal-hal yang ”dihubung-hubungkan yang sebenarnya masih sulit terhubung”. Saya mempunyai CD berbagai hal keajaiban alam yang berkaitan dengan al Qur’an karya Ustadz Fahmi Basya. Sebagian memang benar-benar ”gathuk” (obyektif) tetapi sebagian terlalu dipaksakan. Begitu juga dalam bukunya ”One Million Phenomena”. Dalam buku itu terasa sekali gejala ”OAG” sangat kental. Sebetulnya hal tersebut baik-baik saja, hanya saja kadang menghilangkan jiwa kritis kita terhadap suatu hal.

Bukti yang lain tentang gejala OAG misalnya terdapat pada tulisan Mas Ary Ginanjar Agustian (ESQ Power) penemu dan pelopor training ESQ yang sangat terkenal itu. Secara keseluruhan buku itu sangat bagus dan bermanfaat. Hanya memang karena terkena gejala OAG maka kadang kurang kristis. Misalnya angka ajaib dalam ESQ Ways yang selalu mengacu pada 165. Penjelasannya 1 = Ihsan, 6 = Rukun Iman dan 5 = Rukun Islam. Yang konon katanya angka ini sesuai dengan angka rumah mas Ary Ginanjar. Dan ini diperkuat oleh Ustadz Fahmi Basya yang katanya itu adalah angka ajaib (Matematika al Qur’an). Padahal, kalau kita mau kritis sedikit angka itui tidak tepat.


Angka itu didasarkan pada Hadits Jibril tentang, ”Ma huwal Iman, ma huwal Islam, ma huwal Ihsan”. Yang dilupakan oleh beliau adalah ”matas Sa’ah?”. Padahal lengkapnya hadits itu ada tentang Sa’ah. Sa’ah ternyata ”disembunyikan”, jadi tidak ada angkanya. Nah gimana ini ?!!!

Kamis, 01 Oktober 2009

SALAH, LUPA DAN MEMINTA MAAF

Manusia dalah makhluk sering salah dan lupa. Sebuah peribahasa menyatakan al Insanu makhalul khata' wa nisyan. Salah dan lupa sudah sangat melekat pada diri manusia. Oleh karena itu sebaik-baik manusia bukanlah orang yang tak pernah salah melainkan orang yang pernah salah lalu mau memperbaikinya untuk kembali ke jalan yang benar.

Dalam tradisi bangsa Indonesia, bulan Syawal sering di pakai untuk saling meminta maaf dan memberi maaf. Kebiasaan ini disebut halal bil halal. Di kantor-kantor maupun di kampung-kampung sangat marak kegiatan yang konon asli dari bangsa kita ini. Memang, meminta maaf seyogyanya dilakukan sesegera mungkin kepada orang yang kita sakiti. Tetapi, kadang-kadang ada beberapa ganjalan psikologis yang membuat seseorang enggan sesegera mungkin untuk minta maaf. Maka ditunggulah saat acara syawalan untuk berikrar saling meminta maaf.

Meminta maaf sering dianggap merendahkan diri sendiri. Anggapan bahwa orang menjadi kehilangan muka ketika minta maaf bahkan menjadi turun derajatnya adalah tidak benar. Orang yang punya inisiatif meminta maaf justru menunjukkan orang tersebut berjiwa besar. Apalagi kalau dilakukan oleh seorang atasan kepada karyawannya, majikan kepada buruhnya, guru kepada muridnya, presiden kepada rakyatnya maka tentu akan lebih pas. Dan jangan dibalik. Karena kebiasan selama ini justru yang dibawah meminta maaf kepada yang di atas. Padahal kita tahu kesalahan itu justru lebih banyak kepada mereka yang sedang berkuasa.

Meminta maaf itu mudah dan memberi maaf jauh lebih sulit. Apalagi kalau seseorang merasa di zalimi dengan sangat menyakitkan. Tetapi kalau memberi maaf itu dilakukan, maka jiwa orang itu jauh lebih besar dibanding yang meminta maaf.

Konon, dahulu Rasulullah setiap berangkat ke masjid sering ada seseorang yang selalu meludah dihadapan beliau untuk melecehkannya. Rasulullah tetap ramah dan merasa tidak terganggu atas ulah orang tersebut. Kejadian ini berlangsung cukup lama. Hingga pada suatu saat ketika Rasulullah berangkat ke masjid seperti biasanya, beliau tidak melihat orang yang selalu meludah tersebut. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabatnya mengapa orang itu tak kelihatan seperti biasanya. Para sahabat memberi tahu beliau bahwa orang tersebut sedang sakit. Maka sepulang dari masjid, Rasulullah menjenguk orang tersebut seolah seperti sedang merindukannya. Orang yang suka meludah dihadapan Rasulullah pun terharu dan akhirnya minta maaf dan masuk Islam. Subhannallah.

Maaf telah merubah energi kebencian (negatip) menjadi kecintaan (positip). Hal ini akan mengeliminir munculnya hormon kecemasan secara berlebihan yang akan mengganggu metabolisme tubuh. Grafik gelombang otak (brain wave) akan lebih tenang (normal) sehingga memungkinkan seseorang merasakan perasaan lebih bahagia. Kelistrikan tubuh menjadi stabil karena telah mengalami grounding dengan cara saling meminta dan memberi maaf. Kelihatannya sepele memang, tetapi yakinlah dengan cara seperti itu tubuh dan jiwa jauh akan lebih sehat. Insya Allah.

Maka melalui blog yang sederhana ini kami sekeluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan semoga kita semua bahagia. Amien.