Selasa, 27 Agustus 2013

Kemerdekaan Sejati

 
SUATU anugerah yang sangat besar, proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 jatuh tepat pada hari Jumat di bulan Ramadan. Jumat adalah induknya hari  bagi umat Islam. Begitu juga Ramadan, merupakan bulan yang sangat ditunggu umat Islam.  Momen yang bersamaan ini menjadikan  proklamasi selain kental dengan semangat kebangsaan sekaligus juga  ghirah keagamaan. Maka, konon pada hari raya Idul Fitri pada tahun tersebut dirayakan selain untuk  silaturahmi para pejuang kemerdekaan, sekaligus juga dimanfaatkan sebagai ajang  rekonsiliasi berbagai kekuatan pro kemerdekaan. Dari tradisi itulah akhirnya  halal bil halal mulai tumbuh subur di negara kita.
Kemerdekaan adalah sebuah karunia besar yang harus senantiasa kita syukuri. Dengan perjuangan gigih yang mengorbankan segenap jiwa,raga,harta benda dan juga doa, ikhtiar ingin memiliki negara merdeka akhirnya terkabul.  Andai kata pada tanggal 14 Agustus 1945, dua kota besar di Jepang  Nagasaki dan Hiroshima  tidak jadi di bom atom oleh Amerika Serikat, mungkin ceritanya akan lain. Tetapi alhamdulillah, Allah ternyata punya cara tersendiri menjawab doa-doa rakyat Indonesia. Sesuai Pembukaan UUD RI tahun 1945, kemerdekaan betul-betul rahmat yang diberikan Allah kepada bangsa Indonesia.
Kita semakin yakin bahwa  siapa lagi kalau bukan Allah yang menggerakkan hati  pilot-pilot Amerika Serikat itu sehingga pengeboman dua kota di Jepang itu berhasil. Begitu juga, kita juga haqul yakin bahwa Allah jualah yang menggerakkan hati para pemuda untuk menculik Bung Karno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Allah adalah yang maha membolak-balikkan hati manusia ( muqolibal qulub). Bila Sang Khalik  berkehendak, maka tak ada kekuatan apapun di alam ini yang sanggup menggagalkannya.
 Puasa Ramadan bulan lalu  telah memberikan pelajaran tentang bagaimana mengelola hawa nafsu. Sedangkan peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI,  semakin mempertebal jiwa nasionalisme.  Semoga dengan begitu lahir generasi yang berjiwa nasionalis sekaligus pandai  mengendalikan hawa nafsunya. Manusia yang tak mau dijajah dan dikuasai oleh hawa nafsunya. Abu Bakar Asshidik RA sahabat Rasulullah SAW mengingatkan, “Beruntunglah orang yang akalnya menjadi penguasa dan hawa nafsunya menjadi tawanan. Dan celakalah orang yang hawa nafsunya menjadi penguasa dan akalnya menjadi tawanan”