Jumat, 24 Oktober 2014

MEMILIH


Presiden RI Ir. H Joko Widodo telah dilantik dan diambil sumpahnya. Hal pertama yang beliau lakukan sebelum melaksanakan tugasnya memimpin negri ini adalah memilih calon mentri sebagai pembantunya. Ternyata,  walaupun hak prerogatif  adalah sepenuhnya hak bagi presiden,  tetapi tetap saja memilih bukan pekerjaan yang sederhana. Beliau harus beberapa kali menunda agar hasil pilihannya benar-benar tepat. Beliau sadar memilih perlu kecermatan dan kehati-hatian. Untuk itulah presiden yang getol kampanye revolusi mental ini harus berkonsultasi kepada KPK, PPATK maupun pimpinan partai-partai pengusungnya.

Memilih merupakan pekerjaan yang kadang-kadang mudah tetapi juga seringkali sangat sulit. Apalagi bila pilihan itu bersifat dilematis. Dalam khazanah bangsa kita dikenal ungkapan “bagai makan buah simalakama”. Yang pengertiannya adalah bila buah itu dimakan ibu mati dan andai tidak dimakan ayah yang akan mati. Padahal ibu atau ayah adalah orang-orang yang yang harus kita jaga keselamatannya. Itulah pilihan yang sulit dan semuanya beresiko.

Menghadapi persoalan memilih orang, Rasulullah Muhammad SAW  bersabda, "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?”.  Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Bukhori). Dari sabda Rasulullah SAW ini tampak bahwa memilih orang haruslah sesui dengan keahliannya. Hal ini paralel dengan  prinsip manajemen modern, “The right man on the right place” (orang yang benar berada di tempat yang benar).

Memilih hampir mirip dengan meramal. Keduanya bisa dilakukan dengan cara-cara ilmiah yang disandarkan pada aspek-aspek yang bisa terlihat dan terukur seperti catatan masa lalu (rekam jejak), prestasi, kredibilitas  dan semacamnya. Tetapi, walaupun langkah-langkah logis di atas telah dilakukan, kadang-kadang  dalam memilih masih muncul keraguan.  Alhamdulillah, sebagai orang beriman, solusi menghadapi persoalan ini telah dicontohkan Rasulullah SAW yaitu dengan melakukan salat istikharah.

Salat istikharah termasuk kategori  salat sunah yang dilakukan ketika seseorang memohon petunjuk Allah SWT untuk memilih  keputusan yang tepat ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan. Pada zaman jahiliyah (sebelum turunnya Alquran),  masyarakat jahiliyah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian dengan mengambil anak panah yang  telah diberi tulisan atau tanda). Setelah Islam datang, cara-cara jahiliyah tersebut diganti dengan salat dua rakaat yang dikenal sebagai salat istikharah. Seusai salat istikharah biasanya  Rasulullah SAW  menyempurnakannya  dengan doa memohon petunjuk Allah SWT agar dapat menentukan pilihan yang terbaik.

RENUNGAN

DIAM
KOSONG
HENING
SEPI
INTROSPEKSI
MUHASABAH

SELAMAT DATANG TAHUN BARU HIJRIAH 1436 H

SEMOGA ESOK MENJADI LEBIH BAIK, INDAH DAN BERKAH !

Kamis, 09 Oktober 2014

DEBAT DAN MUSYAWARAH


Beberapa hari yang lalu, di media televisi,  kita disuguhi tayangan secara live wakil-wakil rakyat saling berdebat. Masing-masing pihak berusaha untuk dapat mendudukkan kelompoknya agar  bisa menjadi  ketua dan wakil ketua di lembaga DPR/MPR RI. Perdebatan sangat heboh seolah materi yang diperdebatkan adalah soal mati hidupnya sebuah negara. Dari argumentasi yang cukup berkualitas sampai dengan model debat kusir bisa kita tonton dengan jelas di layar kaca.
Dalam sejarah bangsa Indonesia,  tercatat ahli debat yang sangat di segani di luar negeri. Beliau adalah Haji Agus salim. Dalam debat , Bapak  Diplomasi Indonesia ini, selalu menggunakan logika  yang masuk akal. Sehingga sepanjang karirnya  sebagai  diplomat, orang yang digelari The Grand Old Man ini, hampir tidak pernah kalah dalam debat internasional. Konon, beliau hanya sekali kalah debat. Dan itupun debat dengan seorang kusir kereta. Pada saat itu, kereta kuda yang ditumpangi Haji Agus Salim salah satu kudanya kentut. Kemudian Haji Agus Salim berkata, “Kudanya masuk angin, pak Kusir!”.  Dengan senyum, sang kusir kereta berkata, “Oh…bukan pak Haji, kudanya itu  keluar  angin!”
Dalam Alquran, debat (jadal) disebut sebagai sebuah cara berinteraksi antar manusia. Bahkan, debat  dipakai dalam dakwah untuk berdialog tentang  kebenaran. Walaupun begitu,  debat hanya boleh dilakukan dengan cara-cara yang santun. Oleh karena itu, bukan pada tempatnyalah bila debat dipakai untuk saling menghina dan merendahkan. “Serulah (mereka) ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik serta bantahlah (jadal) mereka dengan bantahan yang lebih baik” (QS  An Nahl: 125). Hal ini diperkuat lagi dengan firman Allah, “Janganlah kalian membantah ahlul kitab kecuali dengan bantahan (debat) yang lebih baik…” (QS. Al Ankabut: 46).
Dari ayat Alquran di atas,“… wa jadilhum billati hiya ahsan (dan bantahlah/debatlah mereka dengan yang lebih baik)”, itulah koridor yang harus diikuti oleh orang-orang yang beriman dalam seni berdebat.  Debat yang seperti ini insya Allah akan menampilkan debat yang berkualitas, sehingga akhirnya bisa membawa masing-masing pihak untuk  saling memahami dan mengerti.
Di lembaga perwakilan seperti DPR/ MPR RI, debat boleh-boleh saja. Tetapi jangan sampai terjadi  bahwa debat hanyalah untuk debat semata. Debat yang hanya ingin menang sendiri dan arogan,  sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila maupun agama Islam. Hal-hal yang sebaiknya dimusyawarahkan,  musyawarahkanlah. Allah berfirman,“Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan shalat (dengan sempurna), serta urusan  mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami   anugerahkan kepada mereka (QS As Syura : 38.

Dengan musyawarah kebersamaan akan semakin nyata. Rasa kekeluargaan akan tumbuh subur. Segala permasalahan  akan lebih mudah diselesaikan. Umar bin Khattab RA mengatakan, "Tidak rugi orang yang beristikharah dan tidak merugi orang yang bermusyawarah."  Nah, selamat bertugas para wakil rakyat yang baru dan selamat bermusyawarah !