GUNDUL PACUL sebagai sebuah
lagu memiliki banyak tafsiran. Ada yang menganggap lagu tradisional ini
merupakan bentuk sindiran bagi tentara Jepang yang dikenal pongah (gembelengan)
menjajah Republik Indonesia. Anggapan ini bisa dimaklumi mengingat kebanyakan
tentara Jepang biasanya berkepala plontos alias gundul.
Tafsir lainnya menyatakan bahwa tembang ini sebenarnya berisi pesan tentang
rahasia piramida Jawa yang konon tersimpan di gunung-gunung gundul di
Nusantara. Di gunung gundul itu apabila digali (dipaculi), kita akan menemukan
kemakmuran (harta karun) yang bisa dibagi untuk kesejahteraan bersama yang
diibaratkan “segane dadi sak latar” (nasinya tumpah ruah memenuhi halaman).
Lagu gundul pacul walaupun sederhana syairnya, ternyata menyimpan
banyak nasehat. Walaupun demikian, kita hanya bisa meraba-raba kira-kira
apa maunya dari pengarang lagu ini. Salah satu tafsir yang menarik lainnya
adalah bahwa lagu ini berkait dengan ilmu kepemimpinan (leadership).
Dalam bahasa Jawa, gundul sering diartikan kepala. Kita tahu, bahwa
kepala dalam tubuh kita sebagai pemegang fungsi komando bagi anggota tubuh yang
lain. Dengan kata lain, kepala sejatinya adalah pemimpin. Pemimpin yang
baik memiliki empat hal yang tidak boleh lepas (ingat pacul adalah papat sing
ora kena ucul). Empat hal tersebut adalah mata, telinga, hidung dan mulut.
Kepala (gundul) bila tanpa keempat hal tersebut akan kehilangan fungsi-fungsi
kepemimpinannya.
Seorang pemimpin dituntut mampu melihat masa depan (mata). Pemimpin
juga harus lebih banyak mendengar aspirasi rakyat yang dipimpinnya (telinga).
Pemimpin mesti peka terhadap hal-hal yang berbau busuk perbuatan anak buahnya
yang menyimpang (hidung). Disamping itu, seorang pemimpin hendaklah
berkemampuan berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya (mulut). Pemimpin
harus mampu memotivasi, mengarahkan, menegur maupun memperingatkan
orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin adalah manusia yang mau memikul amanah (nyunggi wakul). Maka seorang
pemimpin pantang berlaku congkak (glelengan). Apabila glelengan itu dilakukan
juga, cepat atau lambat amanah yang diembannya itu akan ngglimpang (jungkir
balik) yang merusakkan semua. Ibarat nasi maka sudah tumpah ruah memenuhi
halaman (segane dadi sak latar).
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.” Kita semuanya adalah pemimpin.
Pemimpin bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu,
marilah kita jadi pemimpin yang senantiasa rendah hati dan jauh dari sifat
gembelengan (sombong). Pemimpin yang setia memegang amanah, mau
mendengarkan dan mau mengerti aspirasi rakyat yang dipimpinnya (always
listening and always understanding).