DALAM masa kampanye pemilu legislatif kali ini, banyak kita
temukan di pinggir jalan gambar-gambar calon anggota dewan dengan tulisan yang isinya mengajak agar rakyat mau
memilihnya. Gambar para calon yang pernah duduk di lembaga perwakilan rakyat
(incumbent) biasanya dihiasi kata-kata: “Bukan janji, tetapi bukti”. Atau
kadang sebaliknya, “Memberi bukti bukan janji”.
Kata-kata tersebut dipakai untuk menyindir para calon
pendatang baru. Mereka para pendatang baru itu, walaupun berjanji muluk-muluk
toh mereka belum pernah terbukti terpilih sebagai anggota dewan. Tetapi para
new comer tersebut tentu saja tak mau kalah, mereka membalas dengan kata yang
tak kalah dahsyat: “Saatnya berubah!”. Tentu saja perang kata-kata ini menjadi
semakin menarik bahkan kadang-kadang terasa sangat mengganggu pemandangan.
Masih sedikit gambar dengan tulisan yang benar-benar menggambarkan visi dan
misi mereka.
Dalam sebuah kata mutiara disebutkan, “Akademisi boleh
salah, tetapi tidak boleh berbohong”. Sedangkan untuk para politisi
dikatakan,”Politisi boleh berbohong,
tetapi tidak boleh salah”. Entah benar atau salah adagium itu secara etika,
yang pasti tentu semuanya harus didedikasikan untuk kesejahteraan rakyat.
Kebohongan politisi yang boleh tentulah bukan dalam konteks membuat janji
ataupun menipu rakyat. Tetapi bohong dalam arti justru untuk melindungi rakyat.
Seperti halnya bohong yang dilakukan dokter kepada pasiennya yang sedang
sekarat. Dikhawatirkan bila pasien diberitahu apa adanya tentang penyakitnya
malah akan menambah parah.
Dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman
agar mereka selalu menepati janji. "Dan penuhilah janji, sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya!” (Al-Isra’: 34). Kemudian dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Empat hal kalau
seseorang ada padanya, maka dia termasuk
orang munafik. Kalau berbicara dusta, jika berjanji tidak menepati, jika
bersumpah khianat, jika bertikai melampaui batas. Barangsiapa yang memiliki
salah satu dari sifat tersebut, maka dia dihinggapi sifat munafik sampai dia meninggalkannya." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Kita tahu bahwa baik calon incumbent maupun new comer
semuanya pada saat ini sedang membuat janji. Hal ini terjadi karena pelaksanaan
tugas-tugas mereka baru akan dilakukan
kelak pada periode 2014-2019 mendatang. Oleh karena itu, menepati janji bagi
calon wakil rakyat adalah sebuah keniscayaan.
Nah, marilah kita pilih calon wakil rakyat kita yang jujur (sidik), dapat dipercaya (amanah), komunikatif (tabligh), cerdas (fatonah), adil dan berani (syajaah) memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Semoga, tak lama lagi kita memiliki Indonesia yang semakin baik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar