SEHARI setelah gunung kelud erupsi, teman saya mencoba
jalan-jalan dengan sepeda motor berkeliling kota Yogyakarta. Ketika pulang,
tubuh dan bajunya berwarna putih kecoklatan dipenuhi abu vulkanik gunung Kelud
yang mengguyur Yogyakarta. Sambil membuka helmnya yang berdebu dia berujar, “Untunglah yang
menimpaku cuma abu vulkanik dan bukannya
batu-batu yang segede gajah itu!”. Aku yang mendengar ucapan sobatku itu
hanya tersenyum. Itulah kebiasan orang-orang Jawa (khususnya Yogyakarta), dalam
keadaan apapun masih bisa bersyukur. Barangkali itu juga rahasianya mengapa
harapan hidup di kota berhati nyaman ini lebih tinggi dibanding dengan daerah
lain.
Abu vulkanik memang terasa menjengkelkan. Rumah,
kendaraan dan pakaian kita tampak kotor. Setiap selesai dibersihkan kotoran itu
datang dan menempel lagi. Begitu seterusnya.
Tetapi disamping hal-hal yang membuat kita kesal, ternyata banyak
peristiwa menarik akibat abu vulkanik ini. Dimana-mana baik di kota maupun
desa, marak sekali kegiatan gotong royong bersama-sama menghilangkan abu
vulkanik di jalan-jalan. Mereka berswadaya menyewa diesel pompa air untuk
menyemprot abu tersebut. Kegiatan ini walaupun melelahkan, ternyata mampu
mengeratkan kembali masyarakat. Dengan hadirnya abu gunung Kelud ini seolah
masyarakat diingatkan kembali tekad, “Dengan kebersamaan, kita bisa atasi semua
masalah yang ada”. Melihat fenomena itu, saya jadi tersenyum ingat firman Allah, “.... boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (Al Baqarah : 216)
Ada suatu kisah menarik. Ketika tengah asyik bergotong
royong, ada salah satu diantara mereka kejatuhan sesuatu yang basah dan
lengket. Setelah dicium ternyata berbau sangat tidak enak. Oh.., ternyata
kotoran burung yang sedang melintas sambil buang hajat. Dengan mengepalkan
tangan dan bereriak-teriak orang itu memaki-maki burung yang telah terbang
menjauh. Timbullah sebuah pembicaraan yang sangat menggelitik.
“Yang sabar ya mas..., burung khan tidak tahu kalau
buang hajatnya akan mengenai kamu “, ujar temannya berusaha menenangkan.
“Iya... saya masih bisa sabar, tapi...baunya itu
lho...yang bikin jengkel!”, orang yang tertimpa kotoran burung itu masih marah.
“Ah... mestinya kamu alhamdulillah dong. Itu masih
mendingan yang menjatuhi kamu cuma kotoran burung, coba aja kalau kotoran
kuda?”, teman yang lainnya menimpali.
Akhirnya meledaklah tawa mereka sambil terus bergiat
membersihkan debu abu vulkanik yang masih banyak menutup jalan-jalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar