Rasulullah SAW bersabda : “Sholat itu kunci kebahagiaan”. Sebagai faktor yang menentukan (kunci) maka sholat yang berkualitas (khusyuk) akan mampu membukakan kebahagiaan dunia (jangka pendek) dan kebahagiaan akhirat (jangka panjang).
Hal-hal yang mampu menciptakan bahagia itu antara lain ketenangan hati, seperti yang difirm
Hal-hal yang mampu menciptakan bahagia itu antara lain ketenangan hati, seperti yang difirm
ankan Allah :
- Ala bidzikrillah tatmainul qulub.
(Berdzikirlah kepada Allah karena dengan berdzikir hati jadi tenang).
- Anzala sakinah fi qulubil mukmin
(Dialah yang menurunkan kedamaian di hati para mukmin).
Secara kimiawi, ketika seseorang meraih ketenangan dan kedamaian hati, di otak diproduksi endorphin (semacam morfin alami) yang akan mengakibatkan suasana yang nyaman (pleasure effect). Keadaan ini diiringi dengan menurunnya gelombang listrik otak kearah alfa – theta level (suasana relaksasi).
Suasana relaks, tenang, damai, sejahtera menimbulkan menurunnya hormon kortisol yang biasanya menyertai orang yang dilanda kecemasan. Apabila hormon ini diproduksi terlalu banyak maka akan sangat mengganggu keseluruhan metabolisme dalam tubuh manusia.
Secara psikologis ucapan-ucapan dan do’a di dalam shalat dapat mengurangi beban-beban berbagai persoalan (over load), karena dengan sholat seolah para pesholat sedang menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Allah Sang Penciptanya. Dalam hal ini ada rumus : ” Bila ada suatu problem itu diceritakan kepada orang lain maka problem itu berkurang separo dan bila ada suatu kebahagiaan itu di ceritakan maka justru akan menjadi bertambah dua kali lipat”.
Sholat karena bersifat rutin (disadari atau tidak) kadang terasa menjemukan dan membosankan. Hal ini terjadi karena sholat yang semacam itu yang aktif baru otak kiri, yaitu belahan otak yang berfungsi logika, berhitung dan berpikir linier lainnya. Menghitung roka’at, menerjemahkan bacaan serta mengatur gerakan-gerakan sholat yang selalu di ulang dilakukan oleh otak kiri, sehingga otak tersebut akan menyampaikan informasi kebosanan (karena sesuai sifatnya). Lain halnya apabila sholat juga mengikut sertakan rasa, emosi, cinta, pengharapan, insyaf dan haru maka sholat terasa indah dan nyaman. Sholat seperti itu adalah sholat yang menghadirkan ”hati” atau sholat dengan otak kanan. Bandingkan kegiatan ini dengan ”pekerjaan menunggu’ dengan ” bercengkerama bersama kekasih yang dicintainya”. Walaupun kegiatan bercengkerama itu dilakukan berulang-ulang dan lama, tetapi tak pernah terasa membosankan bahkan yang timbul adalah suasana bahagia dan ”makin lama makin cinta”. Itulah barangkali mengapa Rasulullah selalu suka berlama-lama dalam sholat, karena sholat bagi beliau itu indah dan asyik. Sholat mestinya mensinergikan otak kiri dan kanan sekaligus sehingga mengaktifkan ”God Spot”. Inilah perbedaan antara sholat yang berdimensi ritual dan spiritual.
Keindahan dan keasyikan dalam sholat itu tak akan terjadi bila :
- Niat kita tidak sungguh-sungguh dan ikhlas
- Dilakukan sambil tergesa-gesa ataupun sekedar iseng maupun riya’.
- Tanpa jeda, tanpa relaks dan tanpa tuma’ninah tanpa menghayati maknanya.
- Lingkungan yang tak kondusif
- Tanpa mengubah mind set kita tentang sholat kita yang sudah salah kaprah.
- Ala bidzikrillah tatmainul qulub.
(Berdzikirlah kepada Allah karena dengan berdzikir hati jadi tenang).
- Anzala sakinah fi qulubil mukmin
(Dialah yang menurunkan kedamaian di hati para mukmin).
Secara kimiawi, ketika seseorang meraih ketenangan dan kedamaian hati, di otak diproduksi endorphin (semacam morfin alami) yang akan mengakibatkan suasana yang nyaman (pleasure effect). Keadaan ini diiringi dengan menurunnya gelombang listrik otak kearah alfa – theta level (suasana relaksasi).
Suasana relaks, tenang, damai, sejahtera menimbulkan menurunnya hormon kortisol yang biasanya menyertai orang yang dilanda kecemasan. Apabila hormon ini diproduksi terlalu banyak maka akan sangat mengganggu keseluruhan metabolisme dalam tubuh manusia.
Secara psikologis ucapan-ucapan dan do’a di dalam shalat dapat mengurangi beban-beban berbagai persoalan (over load), karena dengan sholat seolah para pesholat sedang menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Allah Sang Penciptanya. Dalam hal ini ada rumus : ” Bila ada suatu problem itu diceritakan kepada orang lain maka problem itu berkurang separo dan bila ada suatu kebahagiaan itu di ceritakan maka justru akan menjadi bertambah dua kali lipat”.
Sholat karena bersifat rutin (disadari atau tidak) kadang terasa menjemukan dan membosankan. Hal ini terjadi karena sholat yang semacam itu yang aktif baru otak kiri, yaitu belahan otak yang berfungsi logika, berhitung dan berpikir linier lainnya. Menghitung roka’at, menerjemahkan bacaan serta mengatur gerakan-gerakan sholat yang selalu di ulang dilakukan oleh otak kiri, sehingga otak tersebut akan menyampaikan informasi kebosanan (karena sesuai sifatnya). Lain halnya apabila sholat juga mengikut sertakan rasa, emosi, cinta, pengharapan, insyaf dan haru maka sholat terasa indah dan nyaman. Sholat seperti itu adalah sholat yang menghadirkan ”hati” atau sholat dengan otak kanan. Bandingkan kegiatan ini dengan ”pekerjaan menunggu’ dengan ” bercengkerama bersama kekasih yang dicintainya”. Walaupun kegiatan bercengkerama itu dilakukan berulang-ulang dan lama, tetapi tak pernah terasa membosankan bahkan yang timbul adalah suasana bahagia dan ”makin lama makin cinta”. Itulah barangkali mengapa Rasulullah selalu suka berlama-lama dalam sholat, karena sholat bagi beliau itu indah dan asyik. Sholat mestinya mensinergikan otak kiri dan kanan sekaligus sehingga mengaktifkan ”God Spot”. Inilah perbedaan antara sholat yang berdimensi ritual dan spiritual.
Keindahan dan keasyikan dalam sholat itu tak akan terjadi bila :
- Niat kita tidak sungguh-sungguh dan ikhlas
- Dilakukan sambil tergesa-gesa ataupun sekedar iseng maupun riya’.
- Tanpa jeda, tanpa relaks dan tanpa tuma’ninah tanpa menghayati maknanya.
- Lingkungan yang tak kondusif
- Tanpa mengubah mind set kita tentang sholat kita yang sudah salah kaprah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar