Mirage 2000
Dulu, menristek Habibie pernah “disalahkan” karena mengambil hadiah dari Jerman berupa kapal-kapal perang tua. Tetapi, meskipun dicaci maki, diam-diam banyak juga yang mendukung keputusan beliau dan setuju. Sebabnya, Indonesia memang tak punya uang, sedangkan sebagai negara maritim, kapal adalah suatu keniscayaan. Maka jadilah kapal bekas dari Jerman, ditarik ke Indonesia. Akhirnya, kapal-kapal rusak itu bisa disulap (diperbaiki) di PT PAL Surabaya dan menjadi kapal-kapal tangguh yang menjaga kedaulatan Republik ini. Habibie tentu yakin, produk-produk teknologi Jerman tentulah luar biasa, mirip mobil Mercedes Benz yang melegenda.
Baru-baru ini, menurut Rozi Munir, Dubes Indonesia di Qatar, negri kita mau dapat hadiah gratis berupa pesawat terbang Mirage 2000 dari negara kaya minyak itu. Tetapi, melalui Mentri Pertahanan Indonesia Prof. Juwono Sudarsono, kita memilih menolak hadiah tersebut. Alasannya, menurut mantan dosen UI tersebut, Indonesia tak punya aggaran untuk memelihara (ngopeni-Jawa) pesawat berpilot tunggal itu. Dikhawatirkan, bila negara kita menerima hadiah itu, maka perencanaan anggaran pembelajaan Alutsista (Alat utama sistim pertahanan) kita akan berbelok arah. Yang semula anggaran sudah direncanakan untuk membeli pesawat angkut jenis Hercules, menjadi tidak fokus. Padahal, pesawat canggih yang mau dihibahkan tersebut sebanyak satu skuadron (12 pesawat). (Lihat Koran Tempo, 20 Maret 2009).
Ketika berita penolakan hadiah Mirage itu saya ceritakan ke teman-teman pengajian (Forum Thalabul ’Ilmi), komentarnya pating ceblung (macam-macam). Inilah beberapa komentarnya.
”Oalah kasihan engkau Indonesia..., lha wong mau punya pesawat Sukhoi saja pada zaman Ibu Megawati direwangi hutang sana-sini. Lha ini, ada yang mau ngasih hadiah pesawat Mirage 2000 satu skuadron dan masih bagus kok malah ditolak”.
”Emangnya kalau nggak kuat memelihara apa tidak bisa ditaruh di Museum Dirgantara untuk pendidikan, atau untuk mengganti pesawat bobrok yang ada di taman Kiai Langgeng Magelang, yang harga karcis masuk ke pesawat mogok tersebut Rp. 7.000.”
”Kalau saya setuju hadiah itu diterima, selanjutnya pesawat itu untuk mengganti pesawat yang nongkrong di Gembira Loka dan sudah karatan bin bobrok itu”.
”Ya kalau nggak punya duit untuk memelihara, yang penting hadiah itu diterima dulu, soal biaya operasional dipikirkan nanti bersama para anggota dewan terpilih”.
”Wah, saya itu bingung bagaimana pertimbangan para profesor itu. Satu Profesor Habibie dan lainnya Profesor Juwono Sudarsono. Dua-duanya melihat angle yang berbeda, akibatnya keputusan beda-beda. Apa ya ...lebih baik tak usah pakai profesor ?”.
Mendengar itu semua, kita sama-sama tertawa terbahak-bahak karena bingung dan lucu. Mentertawakan diri sendiri dan juga mentertawakan logika-logika para pemimpin kita hingga akhirnya ada yang bertanya:
”Sebenarnya siapa sih yang bodoh itu?”
”Yang bodoh ya kita-kita, lha wong kita tak pernah protes !”
Setelah puas sama-sama tertawa, saya jadi teringat guyonan SBY (Si Butet Yogya) yang bertanya :
”Apa beda pesawat Indonesia dengan Amerika Serikat ?”.
Setelah semua terdiam tak ada yang menjawab, maka Butet si Raja Monolog inipun menjelaskan,
”Kalau pesawat Amerika agar jatuh maka harus di tembak dulu, sedangkan pesawat Indonesia, tidak diapa-apakan sudah jatuh sendiri”.
Itulah ”potret kita” yang kalau menurut almarhum Jendral (purn) Edi Sudrajat: ”Senjata kita itu sebagian besar sudah tua dan usang”. Maka wajar saja, apabila pernah ada berita tentang kapal amfibi kita dalam suatu latihan perang, walaupun tidak tertembak apapun tetapi tenggelam karena bocor.
Akhirnya, walaupun persenjataan kita kuno, tetapi toh kita ”masih gagah” , yakni menolak pemberian Mirage 2000 dari Qatar. Ya...walaupun alasannya nylekutis (sepele): bahwa kita itu ternyata melarat. Nah...!!!!
Dulu, menristek Habibie pernah “disalahkan” karena mengambil hadiah dari Jerman berupa kapal-kapal perang tua. Tetapi, meskipun dicaci maki, diam-diam banyak juga yang mendukung keputusan beliau dan setuju. Sebabnya, Indonesia memang tak punya uang, sedangkan sebagai negara maritim, kapal adalah suatu keniscayaan. Maka jadilah kapal bekas dari Jerman, ditarik ke Indonesia. Akhirnya, kapal-kapal rusak itu bisa disulap (diperbaiki) di PT PAL Surabaya dan menjadi kapal-kapal tangguh yang menjaga kedaulatan Republik ini. Habibie tentu yakin, produk-produk teknologi Jerman tentulah luar biasa, mirip mobil Mercedes Benz yang melegenda.
Baru-baru ini, menurut Rozi Munir, Dubes Indonesia di Qatar, negri kita mau dapat hadiah gratis berupa pesawat terbang Mirage 2000 dari negara kaya minyak itu. Tetapi, melalui Mentri Pertahanan Indonesia Prof. Juwono Sudarsono, kita memilih menolak hadiah tersebut. Alasannya, menurut mantan dosen UI tersebut, Indonesia tak punya aggaran untuk memelihara (ngopeni-Jawa) pesawat berpilot tunggal itu. Dikhawatirkan, bila negara kita menerima hadiah itu, maka perencanaan anggaran pembelajaan Alutsista (Alat utama sistim pertahanan) kita akan berbelok arah. Yang semula anggaran sudah direncanakan untuk membeli pesawat angkut jenis Hercules, menjadi tidak fokus. Padahal, pesawat canggih yang mau dihibahkan tersebut sebanyak satu skuadron (12 pesawat). (Lihat Koran Tempo, 20 Maret 2009).
Ketika berita penolakan hadiah Mirage itu saya ceritakan ke teman-teman pengajian (Forum Thalabul ’Ilmi), komentarnya pating ceblung (macam-macam). Inilah beberapa komentarnya.
”Oalah kasihan engkau Indonesia..., lha wong mau punya pesawat Sukhoi saja pada zaman Ibu Megawati direwangi hutang sana-sini. Lha ini, ada yang mau ngasih hadiah pesawat Mirage 2000 satu skuadron dan masih bagus kok malah ditolak”.
”Emangnya kalau nggak kuat memelihara apa tidak bisa ditaruh di Museum Dirgantara untuk pendidikan, atau untuk mengganti pesawat bobrok yang ada di taman Kiai Langgeng Magelang, yang harga karcis masuk ke pesawat mogok tersebut Rp. 7.000.”
”Kalau saya setuju hadiah itu diterima, selanjutnya pesawat itu untuk mengganti pesawat yang nongkrong di Gembira Loka dan sudah karatan bin bobrok itu”.
”Ya kalau nggak punya duit untuk memelihara, yang penting hadiah itu diterima dulu, soal biaya operasional dipikirkan nanti bersama para anggota dewan terpilih”.
”Wah, saya itu bingung bagaimana pertimbangan para profesor itu. Satu Profesor Habibie dan lainnya Profesor Juwono Sudarsono. Dua-duanya melihat angle yang berbeda, akibatnya keputusan beda-beda. Apa ya ...lebih baik tak usah pakai profesor ?”.
Mendengar itu semua, kita sama-sama tertawa terbahak-bahak karena bingung dan lucu. Mentertawakan diri sendiri dan juga mentertawakan logika-logika para pemimpin kita hingga akhirnya ada yang bertanya:
”Sebenarnya siapa sih yang bodoh itu?”
”Yang bodoh ya kita-kita, lha wong kita tak pernah protes !”
Setelah puas sama-sama tertawa, saya jadi teringat guyonan SBY (Si Butet Yogya) yang bertanya :
”Apa beda pesawat Indonesia dengan Amerika Serikat ?”.
Setelah semua terdiam tak ada yang menjawab, maka Butet si Raja Monolog inipun menjelaskan,
”Kalau pesawat Amerika agar jatuh maka harus di tembak dulu, sedangkan pesawat Indonesia, tidak diapa-apakan sudah jatuh sendiri”.
Itulah ”potret kita” yang kalau menurut almarhum Jendral (purn) Edi Sudrajat: ”Senjata kita itu sebagian besar sudah tua dan usang”. Maka wajar saja, apabila pernah ada berita tentang kapal amfibi kita dalam suatu latihan perang, walaupun tidak tertembak apapun tetapi tenggelam karena bocor.
Akhirnya, walaupun persenjataan kita kuno, tetapi toh kita ”masih gagah” , yakni menolak pemberian Mirage 2000 dari Qatar. Ya...walaupun alasannya nylekutis (sepele): bahwa kita itu ternyata melarat. Nah...!!!!
5 komentar:
Ga tau hrs ditaruh di mana nih muka! Yang jelas tangis di dada ini terasa amat menyesakkan.(PIPB)
Dan Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, pada hari Senin (6/4/2009) yang lalu, pesawat Fokker 27 milik TNI AU jatuh di Bandara Hussein Sastra Negara bandung dan sebanyak 24 orang anggota Paskhas TNI AU tewas. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah. Amien. Semakin terbukti, pesawat kita memang sudah tua.
Dada makin tambah sesak sangat to...Abi.
Saya nggak tahu yang "bodoh" itu yang menolak pemberian atau yang memberi hibah. Soalnya ada anekdot Nasrudin Hoja ketika mau menolong orang yang tercebur di sumur, ternyata juga tidak mudah. Baru setelah Nasrudin teringat watak orang yang tercebur itu orang yang kikir (pelit), barulah uluran tangan Nasrudin diterima oleh si kikir tsb. Saya lantas berandai-andai (ayake ... ehm!). Kalau sang pemberi itu tahu watak orang kita yang selalu 'jaim' walaupun 'kere', mungkin akan berhasil, he... he.... Misalnya jangan bilang kalau mau memberi hibah, tapi dengan membungkuk-bungkuk seperti orang yg takut kemudian bilang kalau dia ingin setor 'upeti', ... gitu??? Jadi seolah-olah Indonesia itu adalah kerajaan yg Gung Binathara, dan kekuasaannya luas sampai di mana-mana (super power nich ye???). Tapi kalau kita ngilo 'githoke dewe', yang terdengar malah celetukan mantan presiden Gus Dur, ... walaaah, gitu aja kok repot?!!!
Hidup Nsasarudin Hoja !!!
Oh iya, tentang tokoh ini saya teringat ketika rumahnya kemasukan pencuri.Namun walaupun tahu, Nasarudin Hoja justru bersembunyi. Ketika ditanya tetangganya,
"Mengapa waktu ada pencuri justru sembunyi, takut pencuri ya ?"
Nasrudin dengan enteng menjawab,
"Aku sembunyi bukan karena takut. Aku sembunyi karena aku malu kepada pencuri itu karena aku tidak punya harta yang pantas untuk di curi". Nahh..!!!
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, telah jatuh pesawat Hercules milik TNI AU dan korbannya lebih dari 90 orang tewas (Rabu 20 Mei 2009)di Dusun Geplak, Karas, Magetan Jawa Timur. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT dan amal kebajikannya mendapatkan ganti yang lebih baik. Amien. Kiranya sudah saatnya kita tingkatkan anggaran untuk Alutsista TNI yang lebih baru dan aman.
Posting Komentar