Di alam ini, berlaku
berbagai hukum yang banyak sekali. Salah satunya adalah hukum sebab-akibat. Hukum sebab-akibat lebih mudah dipahami, bila
yang menjadi penyebabnya jauh lebih besar. Sebuah pernyataan, “Ketika gunung Merapi meletus penduduk kota
Yogyakarta menjadi pilek”, lebih mudah
dipahami dibanding bila pernyataan itu dibalik, “Ketika penduduk
Yogyakarta pilek, maka akibatnya gunung Merapi meletus”. Tetapi, dalam
ilmu cuaca (Klimatologi) fenomena ini bisa dipahami. Dalam sebuah teori yang
disebut Butterfly Effect dinyatakan, “Karena kepak sayap kupu-kupu di Brazilia
maka terjadilah Tornado di Amerika”.
Saling berkait,
tidak berdiri sendiri dan saling mempengaruhi itulah esensi dari hukum
sebab-akibat. Sang Pencipta alam telah memberi kita bumi, yang terus menerus berputar
pada porosnya (rotasi), yang mengakibatkan terjadinya pergantian malam dan
siang. Dalam Alquran dinyatakan, “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai)
pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun
berusaha” (QS. Alfurqan: 47). Begitu juga Tuhan kita yang Maha pemurah, telah
memberi kita bumi yang selalu berputar mengelilingi matahari (revolusi). Proses
itu mengakibatkan terjadinya silih bergantinya musim, yang amat bermanfaat bagi
seluruh makhluk.
Allah SWT adalah sebab dari segala sebab
(causa prima). Dalam Alquran Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan
kepadanya jadilah, maka jadilah ia” (QS.
An-nahl : 40). Sebagai pencipta
alam semesta (khaliqul alam), Bagi-Nya tak ada yang mustahil. Tak ada yang
sulit. Dan, semuanya itu untuk diberikan kepada kita, manusia. Walaupun
demikian, Allah SWT senantiasa
mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, baik itu melalui shalat maupun
berbagi (berkorban). “Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah”, (QS. Alkautsar: 1-2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar