Jumat, 01 Juni 2012

PACUL

PACUL atau cangkul merupakan alat utama sekaligus simbol perjuangan para petani di desa. Jaman dahulu sebelum mekanisasi pertanian marak seperti sekarang ini, alat pengolah tanah ini benar-benar menjadi primadona dan selalu ada di setiap rumah di setiap kaum yang oleh Bung Karno dijuluki kaum Marhaen ini. Petani bersama paculnya adalah dua hal yang tak terpisahkan. Di mana ada petani di situ ada pacul, begitu pula sebaliknya. Pacul bagi kaum tani merupakan kunci pembuka pintu rejeki.
            Pacul dalam bentuk yang masih tradisional memiliki empat komponen utama penyusunnya yaitu kayu pegangan panjang (doran), pengikat doran  dengan logam  pacul (bawak), pengganjal  agar logam pacul tak lepas dari doran (tanding) dan terakhir adalah logam tajam bagian ujung pacul (landepan). Agar pacul berfungsi dengan baik, keempat komponen tersebut harus menyatu. Bila salah satu saja komponen itu terlepas maka pacul akan kehilangan fungsinya. Oleh karena sifatnya yang demikian maka pacul merupakan akronim dari  “papat sing ora kena ucul (empat hal yang tidak boleh lepas)”.
            Konon dahulu, penamaan alat pengolah tanah itu sebagai pacul diberikan oleh para wali di tanah jawa. Dan seperti biasanya, para wali memberi nama sesuatu hal,  pastilah selalu dikaitkan dengan sebuah prinsip-prinsip hidup dalam agama Islam. Cara itu terbukti sangat efektif dan mudah diingat oleh  kaum tani.
            Adapun filosofi pacul  yang pertama adalah “aja doran” artinya seorang manusia itu hendaknya jangan sampai  tidak percaya (maido) dengan ajaran Allah (Pangeran) sebagai sang pencipta kehidupan. Inilah aspek yang paling dasar dari beriman. Beriman bukanlah sekedar mempercayai belaka tetapi juga sekaligus membenarkan serta yakin bahwa ajaran Allah adalah kebenaran yang sesungguhnya (bener kang sejati).
            Prinsip yang kedua, dalam hidup ini modal keyakinan dalam hati saja belum cukup, melainkan harus dilengkapi dengan karya nyata yang merupakan gerak dari seluruh anggota badan. Itulah yang disebut “bawak” yaitu obahing awak: suatu aktivitas yang merupakan jelmaan dari amal saleh orang-orang beriman.
            Prinsip yang ketiga, hendaknya dalam hidup ini jangan sekali-kali menyekutukan Allah dengan apapun. Artinya sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia jangan  sekali-kali menandingkan Allah dengan apapun juga. “La ilaha illallah”, itulah tali pengikat yang membedakan seorang mukmin dengan seorang yang kafir. Dalam pacul ada “tanding” yang merupakan penguat ikatan  antara doran dan logam pacul agar tidak longgar sehingga mudah lepas. Prinsip ini mengandung pesan: “Jangan sekali-kali membuat tandingan-tandingan kepada Allah, karena sesungguhnya syirik adalah sebuah dosa yang sangat besar. (Inna syirka ladzulmun ‘adzim).”
            Prinsip yang keempat, manusia dicipta oleh Allah dilengkapi dengan akal dan hati. Akal dan hati yang tajam (landep), merupakan modal dasar dalam memahami dan menghayati ayat-ayat Allah yang tertulis dalam Alquran maupun yang tergelar dalam alam semesta.
Nah, marilah kita pegang erat-erat pacul kita dan jangan sampai lepas (ucul). Kita ayunkan pacul kita untuk mengolah ladang kehidupan ini. Bukankah Rasullah SAW bersabda, “Dunia ibarat ladang untuk akhirat”.

Tidak ada komentar: