Minggu, 09 Maret 2014

BUKTI DAN JANJI


     DALAM masa kampanye pemilu legislatif kali ini, banyak kita temukan di pinggir jalan gambar-gambar calon anggota dewan dengan tulisan  yang isinya mengajak agar rakyat mau memilihnya. Gambar para calon yang pernah duduk di lembaga perwakilan rakyat (incumbent) biasanya dihiasi kata-kata: “Bukan janji, tetapi bukti”. Atau kadang sebaliknya, “Memberi bukti bukan janji”.

    Kata-kata tersebut dipakai untuk menyindir para calon pendatang baru. Mereka para pendatang baru itu, walaupun berjanji muluk-muluk toh  mereka belum pernah terbukti  terpilih sebagai anggota dewan. Tetapi para new comer tersebut tentu saja tak mau kalah, mereka membalas dengan kata yang tak kalah dahsyat: “Saatnya berubah!”. Tentu saja perang kata-kata ini menjadi semakin menarik bahkan kadang-kadang terasa sangat mengganggu pemandangan. Masih sedikit gambar dengan tulisan yang benar-benar menggambarkan visi dan misi mereka.

    Dalam sebuah kata mutiara disebutkan, “Akademisi boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong”. Sedangkan untuk para politisi dikatakan,”Politisi boleh  berbohong, tetapi tidak boleh salah”. Entah benar atau salah adagium itu secara etika, yang pasti tentu semuanya harus didedikasikan untuk kesejahteraan rakyat. Kebohongan politisi yang boleh tentulah bukan dalam konteks membuat janji ataupun menipu rakyat. Tetapi bohong dalam arti justru untuk melindungi rakyat. Seperti halnya bohong yang dilakukan dokter kepada pasiennya yang sedang sekarat. Dikhawatirkan bila pasien diberitahu apa adanya tentang penyakitnya malah akan menambah parah.
   Dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman agar mereka selalu menepati janji. "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya!” (Al-Isra’: 34). Kemudian dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Empat hal kalau seseorang ada padanya, maka dia termasuk  orang munafik. Kalau berbicara dusta, jika berjanji tidak menepati, jika bersumpah khianat, jika bertikai melampaui batas. Barangsiapa yang memiliki salah satu dari sifat tersebut, maka dia dihinggapi sifat munafik sampai  dia meninggalkannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

   Kita tahu bahwa baik calon incumbent maupun new comer semuanya pada saat ini sedang membuat janji. Hal ini terjadi karena pelaksanaan tugas-tugas mereka baru  akan dilakukan kelak pada periode 2014-2019 mendatang. Oleh karena itu, menepati janji bagi calon wakil rakyat adalah sebuah keniscayaan.
 
   Nah, marilah kita pilih calon wakil rakyat kita yang jujur (sidik), dapat dipercaya (amanah), komunikatif (tabligh), cerdas (fatonah), adil dan berani (syajaah) memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.        
   Semoga, tak lama lagi kita memiliki Indonesia yang semakin baik!

Tidak ada komentar: