Sabtu, 22 Februari 2014

ABU VULKANIK

SEHARI setelah gunung kelud erupsi, teman saya mencoba jalan-jalan dengan sepeda motor berkeliling kota Yogyakarta. Ketika pulang, tubuh dan bajunya berwarna putih kecoklatan dipenuhi abu vulkanik gunung Kelud yang mengguyur Yogyakarta. Sambil membuka helmnya yang  berdebu dia berujar, “Untunglah yang menimpaku cuma abu vulkanik dan bukannya  batu-batu yang segede gajah itu!”. Aku yang mendengar ucapan sobatku itu hanya tersenyum. Itulah kebiasan orang-orang Jawa (khususnya Yogyakarta), dalam keadaan apapun masih bisa bersyukur. Barangkali itu juga rahasianya mengapa harapan hidup di kota berhati nyaman ini lebih tinggi dibanding dengan daerah lain.
Abu vulkanik memang terasa menjengkelkan. Rumah, kendaraan dan pakaian kita tampak kotor. Setiap selesai dibersihkan kotoran itu datang dan menempel lagi. Begitu seterusnya.  Tetapi disamping hal-hal yang membuat kita kesal, ternyata banyak peristiwa menarik akibat abu vulkanik ini. Dimana-mana baik di kota maupun desa, marak sekali kegiatan gotong royong bersama-sama menghilangkan abu vulkanik di jalan-jalan. Mereka berswadaya menyewa diesel pompa air untuk menyemprot abu tersebut. Kegiatan ini walaupun melelahkan, ternyata mampu mengeratkan kembali masyarakat. Dengan hadirnya abu gunung Kelud ini seolah masyarakat diingatkan kembali tekad, “Dengan kebersamaan, kita bisa atasi semua masalah yang ada”. Melihat fenomena itu, saya jadi tersenyum ingat  firman Allah, “.... boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al Baqarah : 216)
Ada suatu kisah menarik. Ketika tengah asyik bergotong royong, ada salah satu diantara mereka kejatuhan sesuatu yang basah dan lengket. Setelah dicium ternyata berbau sangat tidak enak. Oh.., ternyata kotoran burung yang sedang melintas sambil buang hajat. Dengan mengepalkan tangan dan bereriak-teriak orang itu memaki-maki burung yang telah terbang menjauh. Timbullah sebuah pembicaraan yang sangat menggelitik.
“Yang sabar ya mas..., burung khan tidak tahu kalau buang hajatnya akan mengenai kamu “, ujar temannya berusaha menenangkan.
“Iya... saya masih bisa sabar, tapi...baunya itu lho...yang bikin jengkel!”, orang yang tertimpa kotoran burung  itu masih marah.
“Ah... mestinya kamu alhamdulillah dong. Itu masih mendingan yang menjatuhi kamu cuma kotoran burung, coba aja kalau kotoran kuda?”, teman yang lainnya menimpali.
Akhirnya meledaklah tawa mereka sambil terus bergiat membersihkan debu abu vulkanik yang masih banyak menutup jalan-jalan

Tidak ada komentar: