Jumat, 29 Agustus 2014

KEBENARAN SEJATI


KH Endang Saifudin Anshari (alm), penulis buku Wawasan Islam, menyimpulkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Sebagai makhluk yang suka bertanya demi meraih kebenaran, manusia menanyakan apa saja yang berkait dengan diri dan sekitarnya. Dari usahanya mencari jawaban tersebut, sekurang-kurangnya ada tiga institusi yang memiliki klaim kebenaran: ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penelitian (observasi) maupun percobaan dengan metode-metode tertentu telah merasa menemukan kebenaran. Sayangnya, kegiatan yang disebut ilmiah tersebut, semuanya mengandalkan panca indra manusia.  Padahal kita sadar, bahwa alat indra manusia itu memiliki keterbatasan dan kelemahan.

Dengan adanya ketidakpuasan terhadap ilmu pengetahuan, manusia mencoba beralih ke filsafat. Anak cucu Nabi Adam ini mulai menanyakan segala sesuatu secara radikal (mengakar)  tentang sarwa yang ada. Hasilnya, berbagai cabang filsafat pun bermunculan. Theologi (filsafat ketuhanan), etika (filsafat moral), estetika (filsafat keindahan), logika,  filsafat manusia, filsafat politik, filsafat ekonomi dan sebagainya merupakan contoh hasil kerja filsafat.

Ilmu pengetahuan maupun filsafat, keduanya adalah produk hasil berpikir manusia (ra’yun insaniyun). Oleh sebab itu, kebenaran ilmu dan filsafat -menurut Dr. Hidayat Nataatmadja penulis Krisis Global Ilmu Pengetahuan (alm), pastilah selalu  bersifat partial dan kondisional (terbatas, sepotong-sepotong dan sangat terikat ruang-waktu). Kebenaran yang dihasilkannya merupakan kebenaran relativ yang bersifat sementara.
Dalam wewarah orang Jawa kebenaran itu ada bermacam-macam. Benere dhewe (kebenaran diri sendiri), benere sing kawasa (kebenaran yang berkuasa, misalnya seperti raja atau presiden), benere wong akeh (kebenaran orang banyak, misalnya dalam konsep demokrasi) dan benere kang sajati (kebenaran yang sesungguhnya).

Alquran bukanlah karya manusia. Dia merupakan wahyu ilahi (wahyu ilahiyyun). Karena diyakini hadir dari Sang Pencipta alam semesta, maka  kebenaran kitab penerang manusia ini bersifat mutlak. Meragukan wahyu ilahi (Alquran) boleh-boleh saja. Bahkan Allah SWT menantang secara terbuka,  "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Albaqarah: 23).

Itulah kebenaran sejati yang tidak mulai dari rasa ragu. Allah SWT selaku  pencipta alam raya tentu tahu persis A,B,C,D-nya atau apapun yang ada di dalamnya. Dengan begitu, Alquran karena hadir dari Sang Pencipta dia benar dengan sendirinya (self evident truth). “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (QS. Albaqarah : 2).

Tidak ada komentar: