KH Endang Saifudin Anshari (alm), penulis buku Wawasan
Islam, menyimpulkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk pencari kebenaran.
Sebagai makhluk yang suka bertanya demi meraih kebenaran, manusia menanyakan
apa saja yang berkait dengan diri dan sekitarnya. Dari usahanya mencari jawaban
tersebut, sekurang-kurangnya ada tiga institusi yang memiliki klaim kebenaran:
ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penelitian (observasi)
maupun percobaan dengan metode-metode tertentu telah merasa menemukan
kebenaran. Sayangnya, kegiatan yang disebut ilmiah tersebut, semuanya
mengandalkan panca indra manusia.
Padahal kita sadar, bahwa alat indra manusia itu memiliki keterbatasan
dan kelemahan.
Dengan adanya ketidakpuasan terhadap ilmu pengetahuan,
manusia mencoba beralih ke filsafat. Anak cucu Nabi Adam ini mulai menanyakan
segala sesuatu secara radikal (mengakar)
tentang sarwa yang ada. Hasilnya, berbagai cabang filsafat pun
bermunculan. Theologi (filsafat ketuhanan), etika (filsafat moral), estetika
(filsafat keindahan), logika, filsafat
manusia, filsafat politik, filsafat ekonomi dan sebagainya merupakan contoh
hasil kerja filsafat.
Ilmu pengetahuan maupun filsafat, keduanya adalah produk
hasil berpikir manusia (ra’yun insaniyun). Oleh sebab itu, kebenaran ilmu dan
filsafat -menurut Dr. Hidayat Nataatmadja penulis Krisis Global Ilmu
Pengetahuan (alm), pastilah selalu
bersifat partial dan kondisional (terbatas, sepotong-sepotong dan sangat
terikat ruang-waktu). Kebenaran yang dihasilkannya merupakan kebenaran relativ
yang bersifat sementara.
Dalam wewarah orang Jawa kebenaran itu ada bermacam-macam.
Benere dhewe (kebenaran diri sendiri), benere sing kawasa (kebenaran yang
berkuasa, misalnya seperti raja atau presiden), benere wong akeh (kebenaran
orang banyak, misalnya dalam konsep demokrasi) dan benere kang sajati
(kebenaran yang sesungguhnya).
Alquran bukanlah karya manusia. Dia merupakan wahyu ilahi
(wahyu ilahiyyun). Karena diyakini hadir dari Sang Pencipta alam semesta,
maka kebenaran kitab penerang manusia
ini bersifat mutlak. Meragukan wahyu ilahi (Alquran) boleh-boleh saja. Bahkan
Allah SWT menantang secara terbuka,
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Alquran itu
dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”.
(QS. Albaqarah: 23).
Itulah kebenaran sejati yang tidak mulai dari rasa ragu.
Allah SWT selaku pencipta alam raya
tentu tahu persis A,B,C,D-nya atau apapun yang ada di dalamnya. Dengan begitu,
Alquran karena hadir dari Sang Pencipta dia benar dengan sendirinya (self
evident truth). “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa”. (QS. Albaqarah : 2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar