
Saya memanggil bapak saya selalu menggunakan kata mbah, membahasakan anak saya. Namanya Mbah Bakir . Usianya sekarang sudah sangat renta. Maklum saja teman-temannya di Legiun Veteran RI sudah pada "habis". Dulu, mbah Bakir ini adalah tentara jaman TKR. Tetapi oleh ayahnya di daulat menjadi seorang Kiai disebuah dusun yang sangat sepi. Antara keinginan untuk menjadi pejuang dan menunggui masjid sering menjadi dilema baginya. Pejuang harus selalu berpindah. sedangkan kiai yang menunggu masjid harus selalu berada di tempat. akibatnya, mbah Bakir mulai kesulitan keuangan.
Dalam situasi serba sulit itu muncul gagasan mbah Bakir untuk memelihara beberapa ekor kambing sebagai upaya mengais nafkah. Namun sayang ada kambingnya yang cukup besar tiba-tiba mati mendadak. Maka betapa sedihnya mbah Bakir. Kambing yang diharapkan dapat menyambung hidupnya justru telah jadi bangkai. Untuk menjual bangkai kambing mbah Bakir tak mau. Alasannya, menjual bangkai apalagi makan dagingnya hukumnya haram. Maka walau dengan hati masygul, akhirnya jasad kambing kesayangannya itupun dikubur di samping rumahnya.
Tetapi tiba-tiba betapa terkejutnya mbah Bakir. Begitu beliau selesai mengubur kambing tersebut kemudian banyak orang berdatangan. Orang-orang tersebut meminta kepada mbah Bakir agar diperkenankan menggali kuburan kambing itu. Dengan terpaksa mbah bakir membolehkannya. ketika selesai membongkar kuburan dan mengambil jasad kambing orang-orang itu sambil pulang dengan sambil berbicara dengan yang lainnya.
Kata orang orang-orang itu,
"Mbah Bakir itu bodoh ya....Beliau nggak tahu kalau kuburan kambing itu bukan tanah tetapi perut".
Mbah Bakir pun lantas tersenyum kecut mendengarnya.