Sabtu, 24 Januari 2009

PETRUK BAGONG NALA GARENG


Wayang adalah bayangan.Wewayangan oleh para dalang sering diartikan sebagai bayangan kehidupan. Wayang disebut juga gambar miring. Selain ujudnya yang pipih gepeng dan miring namun tersirat makna bahwa dalam "kemiringannya" itulah terkandung bayak metafor (sanepan-Jw). Dari metafor itulah para dalang biasanya mudhal piwulang (membeberkan pengajaran).

Wayang disebut ringgit konon berasal dari kata "Sunan Giri ingkang nganggit" (Sunan Giri adalah yang membuat wayang). Oleh karena karya seorang sunan, maka pasti dalam wayang banyak nasehat-nasehat bijak yang bermanfaat dalam kehidupan. Salah satu nasehat itu tergambar pada sosok Petruk, Bagong dan Nala Gareng.

Biasanya, yang sering diikuti oleh ketiga putra Ki Semar itu adalah para ksatria yang punya budi pekerti yang baik, suka prihatin dan selalu memperjuangkan tegaknya kebenaran. Bilamana, kesatria yang diikuti itu ternyata tidak istiqamah (konsisten) kepada kebenaran, maka trio Petruk-Bagong-Nala Gareng itu akan oncat (pergi).

Mengapa begitu ?

Bapak saya, yang di blog ini saya sebut mbah Bakir, dulu ketika masih sehat pernah memberitahu saya bahwa tokoh anak-anak Semar itu tidak ada. Ketiganya itu merupakan sifat-sifat yang selalu mengikuti kesatria yang yang baik dan benar. Petruk-Bagong -Nala Gareng itu asalnya petuah dari bahasa Arab yang berbunyi: "Fatrukil bagha nala khairan" yang terjemah bebasnya "maka tinggalkan oleh anda segala yang jelek (jahat) untuk menuju kebaikan".

Wallahu a'lam....

6 komentar:

A Husein mengatakan...

Wuih, senangnya saya membaca tulisan ini; terutama mengetahui bahwa Petruk, Bagong, dan Gareng bersal dari pepatah Arab. Waktu kecil, saya penggemar berat wayang. Karena orang Sunda, tentu yang selalu saya tonton adalah wayang golek. Tapi selain itu, saya juga pecandu komik-komik wayang karya RA Kosasih, Ardisoma, Oerip, dan lain-lain. Eh, malahan saya mulai bisa baca itu dari komik wayang lo! Judulnya Jabang Tutuka. Karya Oerip, kalau ga salah, yang kalau saya ingat2 gambarnya itu cermat sekali. Itu lho, kisah lahirnya putra Gatotkaca, yang oleh orang Sunda disebut Gatotgaca! Mereka juga menyebut Bagong sebagai Cepot alias Astrajingga. (Benyamin S pernah membuat lagu yang syairnya dimulai dengan "Abdi Cepot alias Astrajingga). Dalam bahasa Sunda, "bagong" berarti babi hutan. Mungkin karena itu mereka mengganti nama Bagong dengan Cepot. Tapi saya ga tahu apa arti "cepot". Dan, yang saya ingat, Gareng sering disebut para dalang di Jawa Barat sebagai Nala Gareng. Eh, ternyata itu plesetan dari nala khairan toh? Satu lagi, saya punya buku yang bagus tentang wayang kulit. Judulnya WAYANG LAMBANG AJARAN ISLAM, karya R. Poedjosoebroto, terbitan Pradnya Paramita, Jakarta, 1978. Sayangnya, buku itu dibolongi rayap di bagian tengahnya. Saya kesal sekali. Kok bagitu ya cara rayap baca buku? Setahu saya, penerbit buku ini sudah lama bangkrut. Salah satu tokonya di Mayestik, Jakarta Selatan, tampak terbengkalai. Saya senang sekali bila ada yang mau menerbitkannya kembali. Pasti saya beli deh!
Bapake Tama, terimakasih banget untuk tulisan ini, karena sudah membangkitkan nostalgia, dan ada nilai pencerahan bagi saya.

2009 Januari 28 16:44

Ajib Setya Budi mengatakan...

Buku itu saya punya dan pernah saya baca juga. Cuma jeleknya perpustakaan di rumah saya adalah kalau butuh susah mencarinya lagi. Kadang-kadang kalau ingin sekali sebuah buku dan kita tahu kalau kita punya maka sering mendingan beli aja lagi, he..he...he...
Sebabnya mencari buku di rumah saya sulitnya minta ampun deh, campur-campur.
Tapi khusus cerita ini saya dengar dari bapak saya dulu. Saya juga nggak tahu beliau mendengar dari mana. Nuwun atas komentarnya.

Error mengatakan...

coba jangan menghubung2kan dengan agama sehingga sejarah dan peradaban hancur karena daya pemikiran yang sempit :http://indonesia.faithfreedom.org/forum/islam-klaim-kata-nala-gareng-dari-pepatah-arab-t42935/

AHMAD RUDI mengatakan...

Akhiri dg fasammir yg artinya tancapkan

AHMAD RUDI mengatakan...

Fatrukil bagha nala khairan fasammir

Unknown mengatakan...

Sammir nalaa khoiron wa fatrukil bagho