Kamis, 01 Oktober 2009

SALAH, LUPA DAN MEMINTA MAAF

Manusia dalah makhluk sering salah dan lupa. Sebuah peribahasa menyatakan al Insanu makhalul khata' wa nisyan. Salah dan lupa sudah sangat melekat pada diri manusia. Oleh karena itu sebaik-baik manusia bukanlah orang yang tak pernah salah melainkan orang yang pernah salah lalu mau memperbaikinya untuk kembali ke jalan yang benar.

Dalam tradisi bangsa Indonesia, bulan Syawal sering di pakai untuk saling meminta maaf dan memberi maaf. Kebiasaan ini disebut halal bil halal. Di kantor-kantor maupun di kampung-kampung sangat marak kegiatan yang konon asli dari bangsa kita ini. Memang, meminta maaf seyogyanya dilakukan sesegera mungkin kepada orang yang kita sakiti. Tetapi, kadang-kadang ada beberapa ganjalan psikologis yang membuat seseorang enggan sesegera mungkin untuk minta maaf. Maka ditunggulah saat acara syawalan untuk berikrar saling meminta maaf.

Meminta maaf sering dianggap merendahkan diri sendiri. Anggapan bahwa orang menjadi kehilangan muka ketika minta maaf bahkan menjadi turun derajatnya adalah tidak benar. Orang yang punya inisiatif meminta maaf justru menunjukkan orang tersebut berjiwa besar. Apalagi kalau dilakukan oleh seorang atasan kepada karyawannya, majikan kepada buruhnya, guru kepada muridnya, presiden kepada rakyatnya maka tentu akan lebih pas. Dan jangan dibalik. Karena kebiasan selama ini justru yang dibawah meminta maaf kepada yang di atas. Padahal kita tahu kesalahan itu justru lebih banyak kepada mereka yang sedang berkuasa.

Meminta maaf itu mudah dan memberi maaf jauh lebih sulit. Apalagi kalau seseorang merasa di zalimi dengan sangat menyakitkan. Tetapi kalau memberi maaf itu dilakukan, maka jiwa orang itu jauh lebih besar dibanding yang meminta maaf.

Konon, dahulu Rasulullah setiap berangkat ke masjid sering ada seseorang yang selalu meludah dihadapan beliau untuk melecehkannya. Rasulullah tetap ramah dan merasa tidak terganggu atas ulah orang tersebut. Kejadian ini berlangsung cukup lama. Hingga pada suatu saat ketika Rasulullah berangkat ke masjid seperti biasanya, beliau tidak melihat orang yang selalu meludah tersebut. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabatnya mengapa orang itu tak kelihatan seperti biasanya. Para sahabat memberi tahu beliau bahwa orang tersebut sedang sakit. Maka sepulang dari masjid, Rasulullah menjenguk orang tersebut seolah seperti sedang merindukannya. Orang yang suka meludah dihadapan Rasulullah pun terharu dan akhirnya minta maaf dan masuk Islam. Subhannallah.

Maaf telah merubah energi kebencian (negatip) menjadi kecintaan (positip). Hal ini akan mengeliminir munculnya hormon kecemasan secara berlebihan yang akan mengganggu metabolisme tubuh. Grafik gelombang otak (brain wave) akan lebih tenang (normal) sehingga memungkinkan seseorang merasakan perasaan lebih bahagia. Kelistrikan tubuh menjadi stabil karena telah mengalami grounding dengan cara saling meminta dan memberi maaf. Kelihatannya sepele memang, tetapi yakinlah dengan cara seperti itu tubuh dan jiwa jauh akan lebih sehat. Insya Allah.

Maka melalui blog yang sederhana ini kami sekeluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan semoga kita semua bahagia. Amien.

Tidak ada komentar: