Minggu, 27 Januari 2013

BANJIR


BANJIR tidak selamanya dibenci. Buktinya, ketika sebuah bank beriklan akan memberikan banjir hadiah, para nasabahnya banyak yang menunggu-nunggu. Tetapi banjir yang melanda di beberapa kawasan di musim hujan seperti sekarang ini, sangat tak diharapkan. Betapa tidak, kerugian nyawa dan harta benda, menjadi pemandangan yang sering terjadi. Manusia pada umumnya menganggap banjir adalah musibah. Banjir adalah malapetaka yang harus dihindari.
                Banjir sepenuhnya tak bisa disalahkan. Air yang menjadi bahan utama banjir, secara alami  selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Tak peduli apapun yang dihadapannya, akan disapu bila tak menghindarinya. Air berbuat demikian karena tunduk kepada Allah (sunnatullah). Dan sunnatullah itu selamanya tak akan berubah (Al-fath: 23). Baginya, ketundukan kepada Allah beserta hukum-hukumnya adalah sesuatu yang mutlak. Kepatuhan alam semesta termasuk air didalamnya, merupakan bagian dari cara bertasbih mereka (Al-isra’: 44). Menghadapi situasi yang demikian, hendaknya kita sebagai manusia harus pandai  membacanya (Al-‘alaq :1). Sehingga kita menjadi tahu apa saja yang sebelumnya tidak pernah tahu (Al-‘alaq :5).
                Dalam ilmu perencanaan, sering dikatakan apabila kita gagal merencanakan  sama saja dengan merencanakan kegagalan. Sedia payung sebelum hujan, tempalah besi selagi panas dan juga “wal tandzur nafsun ma qadamat lighad” (dan hendaknya setiap diri mau memperhatikan apakah yang akan dilakukan besok), merupakan kata-kata bijak yang sudah sangat sering kita dengar. Akan tetapi, kita sering mengabaikan persiapan-persiapan menghadapi banjir ketika di musim kemarau. Dan akibatnya, kita selalu terkaget-kaget saat musim hujan tiba. Kita tidak pernah belajar bahwa sebenarnya ada ruang dan waktu yang cukup untuk menghadapai itu semua. Bukankah di negri ini - apalagi di Jakarta, merupakan gudangnya orang-orang pintar.
                Berbeda dengan gempa yang tak bisa diramalkan, siklus banjir jauh lebih mudah dapat diketahui kedatangannya. Anehnya, seperti yang kita lihat di berbagai mass media,  penanganan banjir  tampak mengalami kekacauan di sana-sini. Ini membuktikan bahwa kita sering terlena dengan kesibukan kita sehari-hari. Kita tetap memperlakukan sungai kita sebagai WC dan tong sampah terpanjang. Kita juga terbiasa membuang sampah sembarangan. Dan sebagian orang yang merasa mampu,  terus saja membangun gedung-gedung prestisius tanpa peduli bahwa di kanan-kirinya bertebaran kampuh kampuh kumuh yang seolah tidak tersentuh pembangunan. Lebih runyamnya lagi,  bila musim kemarau tiba, selalu saja  ada kebakaran. Dan di musim hujan terjadi kebanjiran.
                Ah..., saya jadi khawatir. Jangan-jangan ada pikiran jahat yang  menyelinap di hati kita, “Orang lain silahkan kebanjiran,  kebakaran dan  miskin. Yang penting saya tidak!”. Dan kalau itu benar-benar terjadi, khususnya di kota-kota besar, maka bisa dikatakan sebenarnya kiamat itu sudah terjadi walaupun dalam sekala yang lebih kecil. Na’udzu billahi min dzalik !

Tidak ada komentar: