Jumat, 24 Oktober 2014

MEMILIH


Presiden RI Ir. H Joko Widodo telah dilantik dan diambil sumpahnya. Hal pertama yang beliau lakukan sebelum melaksanakan tugasnya memimpin negri ini adalah memilih calon mentri sebagai pembantunya. Ternyata,  walaupun hak prerogatif  adalah sepenuhnya hak bagi presiden,  tetapi tetap saja memilih bukan pekerjaan yang sederhana. Beliau harus beberapa kali menunda agar hasil pilihannya benar-benar tepat. Beliau sadar memilih perlu kecermatan dan kehati-hatian. Untuk itulah presiden yang getol kampanye revolusi mental ini harus berkonsultasi kepada KPK, PPATK maupun pimpinan partai-partai pengusungnya.

Memilih merupakan pekerjaan yang kadang-kadang mudah tetapi juga seringkali sangat sulit. Apalagi bila pilihan itu bersifat dilematis. Dalam khazanah bangsa kita dikenal ungkapan “bagai makan buah simalakama”. Yang pengertiannya adalah bila buah itu dimakan ibu mati dan andai tidak dimakan ayah yang akan mati. Padahal ibu atau ayah adalah orang-orang yang yang harus kita jaga keselamatannya. Itulah pilihan yang sulit dan semuanya beresiko.

Menghadapi persoalan memilih orang, Rasulullah Muhammad SAW  bersabda, "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?”.  Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Bukhori). Dari sabda Rasulullah SAW ini tampak bahwa memilih orang haruslah sesui dengan keahliannya. Hal ini paralel dengan  prinsip manajemen modern, “The right man on the right place” (orang yang benar berada di tempat yang benar).

Memilih hampir mirip dengan meramal. Keduanya bisa dilakukan dengan cara-cara ilmiah yang disandarkan pada aspek-aspek yang bisa terlihat dan terukur seperti catatan masa lalu (rekam jejak), prestasi, kredibilitas  dan semacamnya. Tetapi, walaupun langkah-langkah logis di atas telah dilakukan, kadang-kadang  dalam memilih masih muncul keraguan.  Alhamdulillah, sebagai orang beriman, solusi menghadapi persoalan ini telah dicontohkan Rasulullah SAW yaitu dengan melakukan salat istikharah.

Salat istikharah termasuk kategori  salat sunah yang dilakukan ketika seseorang memohon petunjuk Allah SWT untuk memilih  keputusan yang tepat ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan. Pada zaman jahiliyah (sebelum turunnya Alquran),  masyarakat jahiliyah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian dengan mengambil anak panah yang  telah diberi tulisan atau tanda). Setelah Islam datang, cara-cara jahiliyah tersebut diganti dengan salat dua rakaat yang dikenal sebagai salat istikharah. Seusai salat istikharah biasanya  Rasulullah SAW  menyempurnakannya  dengan doa memohon petunjuk Allah SWT agar dapat menentukan pilihan yang terbaik.

RENUNGAN

DIAM
KOSONG
HENING
SEPI
INTROSPEKSI
MUHASABAH

SELAMAT DATANG TAHUN BARU HIJRIAH 1436 H

SEMOGA ESOK MENJADI LEBIH BAIK, INDAH DAN BERKAH !

Kamis, 09 Oktober 2014

DEBAT DAN MUSYAWARAH


Beberapa hari yang lalu, di media televisi,  kita disuguhi tayangan secara live wakil-wakil rakyat saling berdebat. Masing-masing pihak berusaha untuk dapat mendudukkan kelompoknya agar  bisa menjadi  ketua dan wakil ketua di lembaga DPR/MPR RI. Perdebatan sangat heboh seolah materi yang diperdebatkan adalah soal mati hidupnya sebuah negara. Dari argumentasi yang cukup berkualitas sampai dengan model debat kusir bisa kita tonton dengan jelas di layar kaca.
Dalam sejarah bangsa Indonesia,  tercatat ahli debat yang sangat di segani di luar negeri. Beliau adalah Haji Agus salim. Dalam debat , Bapak  Diplomasi Indonesia ini, selalu menggunakan logika  yang masuk akal. Sehingga sepanjang karirnya  sebagai  diplomat, orang yang digelari The Grand Old Man ini, hampir tidak pernah kalah dalam debat internasional. Konon, beliau hanya sekali kalah debat. Dan itupun debat dengan seorang kusir kereta. Pada saat itu, kereta kuda yang ditumpangi Haji Agus Salim salah satu kudanya kentut. Kemudian Haji Agus Salim berkata, “Kudanya masuk angin, pak Kusir!”.  Dengan senyum, sang kusir kereta berkata, “Oh…bukan pak Haji, kudanya itu  keluar  angin!”
Dalam Alquran, debat (jadal) disebut sebagai sebuah cara berinteraksi antar manusia. Bahkan, debat  dipakai dalam dakwah untuk berdialog tentang  kebenaran. Walaupun begitu,  debat hanya boleh dilakukan dengan cara-cara yang santun. Oleh karena itu, bukan pada tempatnyalah bila debat dipakai untuk saling menghina dan merendahkan. “Serulah (mereka) ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik serta bantahlah (jadal) mereka dengan bantahan yang lebih baik” (QS  An Nahl: 125). Hal ini diperkuat lagi dengan firman Allah, “Janganlah kalian membantah ahlul kitab kecuali dengan bantahan (debat) yang lebih baik…” (QS. Al Ankabut: 46).
Dari ayat Alquran di atas,“… wa jadilhum billati hiya ahsan (dan bantahlah/debatlah mereka dengan yang lebih baik)”, itulah koridor yang harus diikuti oleh orang-orang yang beriman dalam seni berdebat.  Debat yang seperti ini insya Allah akan menampilkan debat yang berkualitas, sehingga akhirnya bisa membawa masing-masing pihak untuk  saling memahami dan mengerti.
Di lembaga perwakilan seperti DPR/ MPR RI, debat boleh-boleh saja. Tetapi jangan sampai terjadi  bahwa debat hanyalah untuk debat semata. Debat yang hanya ingin menang sendiri dan arogan,  sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila maupun agama Islam. Hal-hal yang sebaiknya dimusyawarahkan,  musyawarahkanlah. Allah berfirman,“Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan shalat (dengan sempurna), serta urusan  mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami   anugerahkan kepada mereka (QS As Syura : 38.

Dengan musyawarah kebersamaan akan semakin nyata. Rasa kekeluargaan akan tumbuh subur. Segala permasalahan  akan lebih mudah diselesaikan. Umar bin Khattab RA mengatakan, "Tidak rugi orang yang beristikharah dan tidak merugi orang yang bermusyawarah."  Nah, selamat bertugas para wakil rakyat yang baru dan selamat bermusyawarah !

Jumat, 29 Agustus 2014

IMAN KEBANGSAAN


Penegasan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beriman tampak dalam Pancasila maupun juga UUD 1945. Dalam pembukaan undang-undang dasar tersebut secara jelas disebutkan bahwa kemerdekaan yang terjadi  tanggal 17 Agustus 1945 adalah “Atas berkat rahmat Allah”. Memang benar,  para pejuang kemerdekaan telah berjuang mati-matian guna merebut kemerdekaan, akan tetapi semua itu dapat menjadi kenyataan karena ada tangan Allah yang turut serta mempermudah terciptanya kemerdekaan.

Semua orang tak mengira kalau negara Jepang  akhirnya menyerah setelah dua kota (Nagasaki dan Hiroshima) luluh lantak di bom atom  Amerika Serikat (14 Agustus 1945). Akibatnya, kekuatan negara matahari terbit itu di seluruh dunia pun melemah. Itulah laknat Allah untuk Jepang yang bagi bangsa Indonesia menjadi rahmat. Seiring melemahnya kekuatan Jepang, para pemuda Indonesia mendapat semangat baru untuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan RI. Disertai dengan semangat bercampur rasa haru lahirlah negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan adalah sesuatu yang mahal. Hal ini bisa kita lihat sampai detik ini ada beberapa bangsa  yang masih berjuang untuk mendapatkannya. Lihatlah misalnya bangsa Palestina. Setelah sekian lama berjuang dengan darah dan air mata, ternyata bangsa penjaga Masjidil Aqsha ini belum juga meraih kemerdekaan secara penuh. Negara Israel yang disokong negara-negara besar di dunia, seolah membiarkan penjajahan ini terus berlangsung di tanah Kudus ini. Para pejuang Palestina yang gagah berani telah di cap sebagai teroris yang layak dibasmi. Perang Israel-Palestina pun berlangsung berkepanjangan.


Bagi bangsa Indonesia yang pernah merasakan pahit getirnya penjajahan, tentu bisa merasakan betapa dijajah itu sangat tidak enak. Kemana-mana selalu dibatasi dan diawasi. Benarlah sikap tegas Bung Karno  (1962), '' Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina,maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel''. 

Ucapan sang Proklamator itu merupakan pemahaman beliau tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Itulah presiden yang benar-benar bisa memimpin dan berani berkata tidak untuk hal-hal yang memang harus ditolak. Pemimpin yang tak pernah minggrang-minggring  (takut dan ragu) terhadap tekanan negara manapun. Presiden yang menghayati dan mengamalkan iman kebangsaan.

KEBENARAN SEJATI


KH Endang Saifudin Anshari (alm), penulis buku Wawasan Islam, menyimpulkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Sebagai makhluk yang suka bertanya demi meraih kebenaran, manusia menanyakan apa saja yang berkait dengan diri dan sekitarnya. Dari usahanya mencari jawaban tersebut, sekurang-kurangnya ada tiga institusi yang memiliki klaim kebenaran: ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penelitian (observasi) maupun percobaan dengan metode-metode tertentu telah merasa menemukan kebenaran. Sayangnya, kegiatan yang disebut ilmiah tersebut, semuanya mengandalkan panca indra manusia.  Padahal kita sadar, bahwa alat indra manusia itu memiliki keterbatasan dan kelemahan.

Dengan adanya ketidakpuasan terhadap ilmu pengetahuan, manusia mencoba beralih ke filsafat. Anak cucu Nabi Adam ini mulai menanyakan segala sesuatu secara radikal (mengakar)  tentang sarwa yang ada. Hasilnya, berbagai cabang filsafat pun bermunculan. Theologi (filsafat ketuhanan), etika (filsafat moral), estetika (filsafat keindahan), logika,  filsafat manusia, filsafat politik, filsafat ekonomi dan sebagainya merupakan contoh hasil kerja filsafat.

Ilmu pengetahuan maupun filsafat, keduanya adalah produk hasil berpikir manusia (ra’yun insaniyun). Oleh sebab itu, kebenaran ilmu dan filsafat -menurut Dr. Hidayat Nataatmadja penulis Krisis Global Ilmu Pengetahuan (alm), pastilah selalu  bersifat partial dan kondisional (terbatas, sepotong-sepotong dan sangat terikat ruang-waktu). Kebenaran yang dihasilkannya merupakan kebenaran relativ yang bersifat sementara.
Dalam wewarah orang Jawa kebenaran itu ada bermacam-macam. Benere dhewe (kebenaran diri sendiri), benere sing kawasa (kebenaran yang berkuasa, misalnya seperti raja atau presiden), benere wong akeh (kebenaran orang banyak, misalnya dalam konsep demokrasi) dan benere kang sajati (kebenaran yang sesungguhnya).

Alquran bukanlah karya manusia. Dia merupakan wahyu ilahi (wahyu ilahiyyun). Karena diyakini hadir dari Sang Pencipta alam semesta, maka  kebenaran kitab penerang manusia ini bersifat mutlak. Meragukan wahyu ilahi (Alquran) boleh-boleh saja. Bahkan Allah SWT menantang secara terbuka,  "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Albaqarah: 23).

Itulah kebenaran sejati yang tidak mulai dari rasa ragu. Allah SWT selaku  pencipta alam raya tentu tahu persis A,B,C,D-nya atau apapun yang ada di dalamnya. Dengan begitu, Alquran karena hadir dari Sang Pencipta dia benar dengan sendirinya (self evident truth). “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (QS. Albaqarah : 2).

BERLATIH SABAR


Salah satu pelajaran penting yang bisa ditarik dari puasa ramadan adalah bahwa  dorongan rasa lapar, dahaga maupun hawa nafsu tidak boleh menguasai diri manusia. Hawa nafsu berupa berbagai keinginan itu boleh saja ada dalam diri manusia, tetapi tidak diperkenankan  menjadi penguasa sekaligus penggerak hidup manusia. Dorongan syahwat jasmaniah tersebut harus tunduk dan rela untuk diatur oleh sang penguasa sejati yaitu  Allah SWT. Itulah hawa nafsu yang dirahmati oleh Allah sebagaimana ucapan Nabi Yusuf AS, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali hawa nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “(QS Yusuf : 53).

Orang yang berpuasa sebenarnya sedang berlatih kesabaran. Meskipun dorongan keinginan dan hawa nafsu menggebu-gebu, tetapi bila sedang berpuasa untuk menjalankan perintah Allah maka tetap harus menahan diri. Rasulullah SAW menegaskan bahwa  setengah dari kesabaran itu bisa dilatih dengan berpuasa (HR. Imam At-Tirmidzy).  Sikap menahan diri untuk tidak serta merta melampiaskan hawa nafsu  itulah bagian dari bersabar. Oleh karena itu dalam konsep sabar terkandung disiplin diri (self discipline)  dan  pengendalian diri (self restraint).

Sabar adalah sebuah resep yang luar biasa. Presiden Amerika serikat yang ke 6 John Quincy Adams (1825-1829) bahkan mengatakan, “Patience and perseverance have a magical effect before which difficulties disappear and obstacles vanish ( Sabar dan tekun memiliki efek magis karena kesulitan bisa hilang dan rintanganpun bisa teratasi)”. Kata-kata  mutiara ini mirip wewarah para leluhur kita, “Sopo sing morsal bakal kasingsal, sopo sing salah bakal seleh. Sopo sing temen bakal tinemu, sopo sing tekun bakal tekan. Sopo sing sabar bakal subur, sopo sing tlaten bakal panen. (Siapa yang nakal bakal musnah, siapa yang salah bakal terbukti. Siapa yang jujur bakal menang, siapa yang tekun bakal sampai. Siapa yang sabar bakal berhasil, siapa yang telaten bakal panen).


Nah, marilah kita terus berpuasa sebulan penuh. Semoga kita tetap sabar menjalaninya. “Sungguh Kami akan memberikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 155). 

Senin, 14 Juli 2014

TETAP BERSATU


Ulama khususnya founding fathers pendiri bangsa telah mengajukan sekurang-kurangnya  tiga konsep persatuan. Persatuan kemanusiaan (basyariah), kebangsaan (wathaniah), keislaman (islamiyah). Dalam konsep tersebut diwadahi dalam sebuah istilah  ukhuwwah (persaudaraan).
Suasana setelah usai pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014 cenderung memanas. Masing-masing kandidat capres-cawapres mengklaim kemenangan. Dengan argumentasi yang didukung oleh lembaga survey (quick count) acuannya, kedua belah pihak yakin sebagai pemenang. Ucapan selamat, sujud syukur dan berbagai bentuk perayaan kemenangan dilakukan.
Untunglah suasana munculnya surya kembar (dua presiden) yang bisa memicu konflik ini mulai diredakan oleh kandidat kedua kubu. Bahkan Presiden SBY pun menghimbau agar rakyat tetap sabar menunggu perhitungan manual yang sedang dikerjakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Adapun dalam menyikapi banyaknya QC (Quik Count) yang berbeda-beda hasilnya, anggaplah semua itu sebagai bumbu-bumbu dalam alam demokrasi.
Negara Indonesia ini sangat luas dan kaya. Oleh karena itu tidak mustahil ada pihak-pihak yang diam-diam mengincar dan mencari saat yang tepat untuk memecah belah bangsa Indonesia dan mengambil keuntungan. Negeri yang bersifat kepulauan tentu tidaklah mudah untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan di dalamnya. Alat utama sistim pertahanan kita belumlah ideal untuk bisa mengayomi dan mempertahankan kedaulatan negara kita. Untuk itu modal utama kita adalah rakyat Indonesia yang harus tetap utuh dan  bersatu. Tentara boleh saja persenjataannya bukan yang paling canggih, tetapi musuh-musuh negara Indonesia akan gentar bila bangsa yang dikenal ramah ini tetap bersatu padu. Benarlah  ungkapan nenek moyang kita, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Dalam Alquran Allah SWT mengingatkan kita bahwa  perpecahan itu adalah sifat Jahiliyah. “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara......”. (Ali-Imran:103).

Nah, marilah di bulan penuh barakah ini, kita kendalikan nafsu amarah dan ego kita masing-masing, kita pererat tali persaudaraan dan persatuan di antara kita yang berbeda pilihan. Jangan sampai negri kita cerai-berai hanya gara-gara pemilu!

Selasa, 08 Juli 2014

DOA UNTUK YANG TERBAIK

RASULULLAH SAW bersabda, “Doa adalah intisari ibadah” (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Bahkan beliau juga menyatakan, “Doa adalah senjata orang beriman dan tiang agama serta cahaya langit dan bumi ”  (HR Abu Ya’la). Dari penjelasan Rasulullah SAW tersebut, doa merupakan kegiatan yang sangat penting bagi setiap orang yang beriman.
Bahkan begitu hebatnya, doa dapat dipakai untuk penolak bala dan sekaligus untuk mengubah takdir. Bersabda Rasulullah SAW, “Tidak ada yang dapat menolak takdir (ketentuan) Allah SWT  selain doa. Dantidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi).
Semenjak kampanye pilpres dan wakilnya beberapa waktu yang lalu, kelompok-kelompok doa mulai bermunculan di berbagai tempat. Masing-masing kelompok dengan yakin memohon kepada Allah SWT agar calon yang diusungnya bisa memenangkan pemilu  pada tanggal 9 Juli 2014. Untuk memperkuat legitimasi, mereka berani menyatakan bahwa pilihannya itu sudah didahuli dengan shalat istikhoroh meminta petunjuk Allah SWT. Perang ayat dan fatwa kiai  masing-masing pihak akhirnya terjadi. Kalau sudah begini maka persatuan dan kesatuan bangsa seolah menjadi di ujung tanduk.
            Sebenarnya ada suatu cara agar kita bisa tetap berdoa tanpa harus mengorbankan persatuan dan kesatuan bangsa. Doa ini mengacu bahwa apapun yang kelak nantinya menjadi keputusan Allah SWT maka itulah yang terbaik. Salah satu contoh doa tersebut misalnya,  “Ya Allah..., jadikanlah siapapun yang kelak akan memimpin bangsa ini menjadi presiden dan wakil presiden,  adalah merupakan hambamu yang saleh, beriman dan bertakwa  kepada-Mu.”  Dalam contoh doa tersebut, kita tidak menyebut sebuah nama karena kita yakin  bahwa pilihan Allah adalah pilihan yang terbaik.
Doa itu akan semakin baik kalau ditambahkan paragraf berikutnya, “Ya Allah, jadikanlah siapapun yang kalah dalam pemilihan presiden dan wakilnya nanti, agar Engkau karuniai keikhlasan, kesabaran  serta keridhaan dan mau turut serta meneruskan membangun negri ini. Dan jadikanlah pula para para pendukungnya agar bisa menerima kekalahan tersebut dengan lapang dada dan legawa”.
Mudah-mudahan dengan berdoa yang terbuka tanpa harus mengunci sebuah nama tertentu maka akan dikabulkan oleh Allah SWT. “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS Al-Mu’min 60).
Nah, marilah kita gunakan hak pilih kita untuk masa depan yang lebih baik. Insya Allah!

Rabu, 21 Mei 2014

YANG TERPILIH


Pemilu legislatif baru saja selesai.  Penghitungan resmi oleh KPU secara manual berjenjang masih berlangsung. Sistem hitung cepat (quick count) telah menunjukkan hasilnya. Ada caleg yang gembira karena diperkirakan bakal melenggang menjadi  yang-terpilih untuk menjadi anggota  dewan. Tetapi ada pula yang bersedih karena  berbagai usaha yang dilakukannya selama ini ternyata  belum berhasil.
Bagi yang lolos dan insya Allah menjadi wakil rakyat, kita semua mengucapkan selamat dengan diiringi doa semoga Allah SWT selalu menolong para calon anggota dewan  sehingga dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Kita berharap agar para wakil-wakil kita itu mampu mengujudkan cita-cita RA Kartini “habis gelap terbitlah terang”  dalam arti seluas-luasnya. Disamping itu, kita mendambakan agar lembaga DPR RI, DPD RI, DPR Propinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota  diisi oleh  orang-orang yang selalu eling (ingat) kepada Allah SWT.
Hanya dengan hadirnya pribad-pribadi seperti itu semoga Allah mengeluarkan kita dari keterpurukan (kegelapan) kepada cahaya.  "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah, ingatlah yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya terang. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-Ahzab: 41-43)
Dengan harapan yang membuncah  tersebut, sindiran seperti yang pernah dipopulerkan KH Zainuddin MZ (almarhum) semoga tidak terjadi lagi. “Ketika masih berjuang dan kampanye, mereka rajin membaca ayat kursi. Eee.... setelah dapat kursi, ayatnya jadi lupa !” Kritikan beliau ini mengingatkan agar menjadi apapun kita hendaknya selalu  ingat (eling) kepada-Nya.
Bagi mereka yang belum terpilih, tak perlu terlalu lama bersedih hati. Untuk berjuang berbakti kepada negara, masih banyak alternatif lain. Marilah kita tetap berhusnudzan (sangka baik) kepada Allah. Barangkali memang itulah yang terbaik yang dipilihkan oleh Allah SWT. Tetaplah bersabar, karena Allah sangat mencintai orang-orang yang sabar. Bahkan seandainya karena akibat kegagalan tersebut kita jatuh sakit, tetaplah jangan putus asa dari rahmat Allah (QS. Yusuf: 12).  Rasulullah Muhammad SAW memberi nasehat, “Tidaklah seseorang muslim tertimpa sesuatu penyakit dan sejenis dengannya, melainkan Allah akan menggugurkan bersama dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan usainya pemilu legislatif, tetaplah semangat. Kita bersatu dan menjalin silaturahmi kembali untuk bersama-sama membangun negri tercinta ini !

Kamis, 03 April 2014

HUKUM PANEN

Pemilu sudah hampir tiba. Kampanye semakin gencar dengan berbagai variasinya. Dari model yang lucu mengundang tawa, hingga kampanye yang menyindir lawan politiknya. Bahkan kampanye hitam (black campaign) yang cenderung fitnah, serta kampanye negatif (negative campaign) yang menelanjangi kelemahan lawan. Semuanya ada.
Kampanye ibarat sebuah perlombaan, maka perlu ditegakkan aturan main (rule of the game) sehingga terjadi kompetisi yang jujur dan adil (fair play). Kampanye yang saling menjegal, memfitnah dan merendahkan lawan justru kontra produktif bagi perkembangan demokrasi kita. Akan sangat baik kiranya bila kampanye selalu didasarkan pada semangat berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah mensehati kita, “Dan bagi tiap-tiap kelompok (golongan) ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Al-Baqarah : 48).
Dalam The Law of the Harvest (hukum panen) dinyatakan, “What you sow is what you reap” (Apa yang anda tanam adalah apa yang anda panen). Artinya apapun yang kita lakukan pada  hari ini kelak akan menimbulkan akibat pada hari lainnya. Lebih jelasnya, apabila kita menaburkan kebaikan, termasuk pada saat-saat berkampanye, maka kelak bila terpilih nantinya, akan memanen kebaikan pula. Bahkan bukannya tidak mungkin, yang dulunya adalah lawan politik, akhirnya ikut mendukung  lantaran kebaikan  saat-saat berkampanye.
Hukum panen ini juga dikenal di masyarakat Jawa dengan kalimat, “Sing sapa gawe nganggo, sing sapa nandur ngunduh, sing sapa salah seleh (siapa saja  yang berbuat bakal menanggung akibatnya, siapa yang menamam mengetam, siapa yang berlaku salah bakal terbukti). Itulah “Ngunduh wohing pakarti”  (setiap orang akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya).
Oleh karena itu sangat relevan bila kaidah dalam The Law of the Harvest (hukum panen) yang bisa kita terapkan dalam spirit kampanye. “Jika Anda menanam kejujuran, Anda akan menuai kepercayaan. Jika Anda menanam kebaikan, Anda akan menuai teman.  Jika Anda menanam kerendahan hati, Anda akan menuai kebesaran. Jika Anda menanam ketekunan, Anda akan menuai kemenangan. Jika Anda menanam kerja keras, Anda akan menuai sukses”.

Berkampanye ibarat menanam sebuah pohon. Apabila yang kita tanam pohon kebaikan, semoga kelak buah yang dihasilkannyapun kebaikan pula.  “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (biji sawi), niscaya dia akan melihat balasannya.” (Al-Zalzalah:7) Jauhilah fitnah dalam berkampanye dan marilah kita sambut Pemilu dengan gembira. Semoga Indonesia tetap aman sentausa!

Minggu, 23 Maret 2014

ORA UMUK ORA NGAMUK

           

           
             MENANG dan kalah dalam dunia politik merupakan hal biasa. Oleh karena itulah- seperti  dalam dunia olah raga, sportifitas perlu dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh calon  wakil rakyat  dan para pendukungnya. Kesepakatan siap menang dan siap kalah yang ditandatangani oleh para kontestan pemilu  di berbagai daerah sangatlah tepat untuk menciptakan kondisi tersebut. Kita sebagai rakyat menginginkan agar sebelum, ketika berlangsung dan sesudah Pemilu semuanya tetap berjalan lancar, aman dan damai.
           Ada kata-kata  indah yang marak di masa kampanye ini  dan dapat dipakai untuk  menjaga harmoni masyarakat.  “Menang ora umuk, kalah ora ngamuk” (menang tidak sombong, kalah tidak berbuat onar). Pada kata-kata mutiara ini, terkandung nasehat agar  bagi yang nanti menang, hendaklah bisa menjaga perasaan mereka yang kalah. Itulah prinsip yang diajarkan oleh leluhur kita, “Menang ora ngasorake” (menang tidaklah merendahkan). Hanya dengan menjaga sifat-sifat terpuji itu diharapkan yang kalah dapat menerima kekalahannya dengan ikhlas dan legawa. Dan bagi yang menang tentu tak perlu sombong serta lupa diri.
           Dalam Alquran Allah mengingatkan bahwa sesungguhnya sifat sombong adalah sifat yang kita tiru dari Iblis. Surat Al-A’raf: 11-13 merekam jelas bahwa yang menghalangi Iblis menolak perintah Allah untuk bersujud (hormat) kepada Nabi Adam a.s. adalah karena Iblis merasa lebih baik. Iblis beralasan,  karena dia tercipta dari api sedangkan Adam  hanya dari tanah, maka tentulah dia lebih baik. Sifat merasa lebih baik itulah yang perlu diwaspadai  agar tidak membakar jiwa kita sehingga menjadi pribadi yang suka menyombongkan diri.
            Bagi yang kalah, kiranya perlu menghayati  nasehat, “Sesungguhnya kalah dalam pemilu bukanlah akhir segala-galanya.” Kata-kata itu mudah diucapkan di bibir, tetapi pahit ketika mengalaminya. Bahkan akan lebih pahit lagi bila selama putaran kampanye calon wakil rakyat tersebut banyak mengeluarkan biaya dari kantong pribadinya. Tips agar tidak semakin kecewa,  psikolog dari Amerika Serikat  William Marston  memberi  arahan, "If there is any single factor that makes for success in living, it is the ability to draw dividends from defeat." (Jika ada satu faktor tunggal, yang menentukan sukses dalam hidup,  itu adalah kemampuan memetik hikmah dari kekalahan ).
            Dalam sebuah  kesempatan  Presiden RI SBY  mengingatkan, "Yang menang tidak perlu berpesta pora, namun boleh bersyukur, tapi harus siap menjalankan amanat yang dijalankan oleh rakyat. Yang kalah diterima, seperti pepatah bijak, kekalahan adalah kemenangan yang tertunda”. Nah... selamat berkompetisi!

Minggu, 09 Maret 2014

BUKTI DAN JANJI


     DALAM masa kampanye pemilu legislatif kali ini, banyak kita temukan di pinggir jalan gambar-gambar calon anggota dewan dengan tulisan  yang isinya mengajak agar rakyat mau memilihnya. Gambar para calon yang pernah duduk di lembaga perwakilan rakyat (incumbent) biasanya dihiasi kata-kata: “Bukan janji, tetapi bukti”. Atau kadang sebaliknya, “Memberi bukti bukan janji”.

    Kata-kata tersebut dipakai untuk menyindir para calon pendatang baru. Mereka para pendatang baru itu, walaupun berjanji muluk-muluk toh  mereka belum pernah terbukti  terpilih sebagai anggota dewan. Tetapi para new comer tersebut tentu saja tak mau kalah, mereka membalas dengan kata yang tak kalah dahsyat: “Saatnya berubah!”. Tentu saja perang kata-kata ini menjadi semakin menarik bahkan kadang-kadang terasa sangat mengganggu pemandangan. Masih sedikit gambar dengan tulisan yang benar-benar menggambarkan visi dan misi mereka.

    Dalam sebuah kata mutiara disebutkan, “Akademisi boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong”. Sedangkan untuk para politisi dikatakan,”Politisi boleh  berbohong, tetapi tidak boleh salah”. Entah benar atau salah adagium itu secara etika, yang pasti tentu semuanya harus didedikasikan untuk kesejahteraan rakyat. Kebohongan politisi yang boleh tentulah bukan dalam konteks membuat janji ataupun menipu rakyat. Tetapi bohong dalam arti justru untuk melindungi rakyat. Seperti halnya bohong yang dilakukan dokter kepada pasiennya yang sedang sekarat. Dikhawatirkan bila pasien diberitahu apa adanya tentang penyakitnya malah akan menambah parah.
   Dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman agar mereka selalu menepati janji. "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya!” (Al-Isra’: 34). Kemudian dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Empat hal kalau seseorang ada padanya, maka dia termasuk  orang munafik. Kalau berbicara dusta, jika berjanji tidak menepati, jika bersumpah khianat, jika bertikai melampaui batas. Barangsiapa yang memiliki salah satu dari sifat tersebut, maka dia dihinggapi sifat munafik sampai  dia meninggalkannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

   Kita tahu bahwa baik calon incumbent maupun new comer semuanya pada saat ini sedang membuat janji. Hal ini terjadi karena pelaksanaan tugas-tugas mereka baru  akan dilakukan kelak pada periode 2014-2019 mendatang. Oleh karena itu, menepati janji bagi calon wakil rakyat adalah sebuah keniscayaan.
 
   Nah, marilah kita pilih calon wakil rakyat kita yang jujur (sidik), dapat dipercaya (amanah), komunikatif (tabligh), cerdas (fatonah), adil dan berani (syajaah) memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.        
   Semoga, tak lama lagi kita memiliki Indonesia yang semakin baik!

Sabtu, 22 Februari 2014

ABU VULKANIK

SEHARI setelah gunung kelud erupsi, teman saya mencoba jalan-jalan dengan sepeda motor berkeliling kota Yogyakarta. Ketika pulang, tubuh dan bajunya berwarna putih kecoklatan dipenuhi abu vulkanik gunung Kelud yang mengguyur Yogyakarta. Sambil membuka helmnya yang  berdebu dia berujar, “Untunglah yang menimpaku cuma abu vulkanik dan bukannya  batu-batu yang segede gajah itu!”. Aku yang mendengar ucapan sobatku itu hanya tersenyum. Itulah kebiasan orang-orang Jawa (khususnya Yogyakarta), dalam keadaan apapun masih bisa bersyukur. Barangkali itu juga rahasianya mengapa harapan hidup di kota berhati nyaman ini lebih tinggi dibanding dengan daerah lain.
Abu vulkanik memang terasa menjengkelkan. Rumah, kendaraan dan pakaian kita tampak kotor. Setiap selesai dibersihkan kotoran itu datang dan menempel lagi. Begitu seterusnya.  Tetapi disamping hal-hal yang membuat kita kesal, ternyata banyak peristiwa menarik akibat abu vulkanik ini. Dimana-mana baik di kota maupun desa, marak sekali kegiatan gotong royong bersama-sama menghilangkan abu vulkanik di jalan-jalan. Mereka berswadaya menyewa diesel pompa air untuk menyemprot abu tersebut. Kegiatan ini walaupun melelahkan, ternyata mampu mengeratkan kembali masyarakat. Dengan hadirnya abu gunung Kelud ini seolah masyarakat diingatkan kembali tekad, “Dengan kebersamaan, kita bisa atasi semua masalah yang ada”. Melihat fenomena itu, saya jadi tersenyum ingat  firman Allah, “.... boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al Baqarah : 216)
Ada suatu kisah menarik. Ketika tengah asyik bergotong royong, ada salah satu diantara mereka kejatuhan sesuatu yang basah dan lengket. Setelah dicium ternyata berbau sangat tidak enak. Oh.., ternyata kotoran burung yang sedang melintas sambil buang hajat. Dengan mengepalkan tangan dan bereriak-teriak orang itu memaki-maki burung yang telah terbang menjauh. Timbullah sebuah pembicaraan yang sangat menggelitik.
“Yang sabar ya mas..., burung khan tidak tahu kalau buang hajatnya akan mengenai kamu “, ujar temannya berusaha menenangkan.
“Iya... saya masih bisa sabar, tapi...baunya itu lho...yang bikin jengkel!”, orang yang tertimpa kotoran burung  itu masih marah.
“Ah... mestinya kamu alhamdulillah dong. Itu masih mendingan yang menjatuhi kamu cuma kotoran burung, coba aja kalau kotoran kuda?”, teman yang lainnya menimpali.
Akhirnya meledaklah tawa mereka sambil terus bergiat membersihkan debu abu vulkanik yang masih banyak menutup jalan-jalan

Senin, 10 Februari 2014

CINTA KADAL



                 ADA sebuah kisah nyata yang menarik dari Jepang.  Pada suatu hari,  ketika seorang  tukang bangunan sedang merenovasi sebuah rumah telah menemukan seekor kadal  yang kakinya tertancap paku.  Paku itu bisa tertancap di sana karena  dinding kayu (triplek) rumah itu runtuh dan menimpa sang kadal. Menurut  si pemilik rumah, dinding kayu itu runtuh sudah sepuluh tahun yang lalu. Berarti,  kadal itu merana hingga tidak bisa bergerak kemana-mana sudah sangat lama. Anehnya , kadal itu masih hidup dan bahkan malah terkesan segar bugar. Bagaimana mungkin kadal itu masih hidup?  Bukankah binatang melata itu tak bisa pergi mencari makan? Siapakah yang membantunya selama ini?
                Karena penasaran, diintiplah peristiwa ganjil itu. Ternyata, pada saat-saat tertentu ada kadal lain yang datang membezuknya. Kadal yang baik hati itu datang bukan sekedar dengan tangan hampa, melainkan juga membawa oleh-oleh berupa makanan untuk sang kadal malang itu. Itulah rahasianya, mengapa kadal yang tertimpa musibah itu masih hidup .
                Akhir-akhir ini, bencana (musibah)  seolah terjadi susul-menyusul di negri kita. Banjir, tanah longsor, erupsi gunung berapi, gempa bumi  dan bahkan juga kebakaran walaupun di musim hujan. Bencana itu seolah antri hadir satu persatu. Banyak orang bertanya-tanya, apakah ini akibat kita menempati  kawasan yang disebut Ring of Fire  sehingga bencana (khususnya alam) menjadi sesuatu hal yang lumrah?
                Menurut Allah SWT dalam Alquran, Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu  (Muhammad SAW) menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. [QS. An-Nisa’:79].  Dari ayat tersebut wajar bila Mbah Marijan (almarhum) menyebut gunung Merapi ketika meletus (erupsi) dengan kalimat: “Merapi lagi nyambut gawe, lagi mbangun”. Dan memang benar, bila dihitung manfaat Merapi  dengan madharatnya jelas banyak manfaatnya.  Material Merapi selain sangat menyuburkan juga bermanfaat untuk bahan bangunan. Begitu pula Ki Sujiwo Tejo (dhalang dan budayawan) berpendapat: “Alam tidaklah memberi bencana, melainkan sedang mencari keseimbangannya. Oleh karena itu kita tidak boleh menyalahkan alam”.
                Nah, agaknya Allah SWT  dengan adanya bencana seolah sedang mendidik sekaligus mengingatkan kita, agar senantiasa ramah terhadap alam dan selalu menjaga kelestariannya. Sambil terus bersikap sabar dan tawakal marilah kita terus berusaha dan berdoa. Kita tolong saudara-saudara kita yang  tertimpa bencana agar tidak semakin menderita. Kita pastilah bisa lebih baik dari kadal. Kalau kadal saja bisa membantu sesama, mengapa kita tidak?

Jumat, 07 Februari 2014

KAMPANYE YANG MENGINSPIRASI

MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  iklan adalah beritapesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik kepada barangdan jasa yg ditawarkan. Disamping itu, iklan juga merupakan pemberitahuan kepadakhalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat-tempat umum.  Mirip dengan uraian di atas, KBBI menjelaskan bahwa dakwah adalah penyiaran maupun propaganda. Dari dua definisi tersebut maka antara iklan dan dakwah berhubungan sangat erat. Bahkan, Alquran menggunakan kata iklan dan dakwah sekaligus (QS Nuh : 5-9).

        Akhir-akhir ini, menjelang digelarnya pemilu legislatif maupun  presiden, iklan kampanye semakin marak dimana-mana.  Semuanya bertujuan sama, agar kelak dalam pemilu rakyat mau memilih diri ataupun partainya. Para politikus dan tim suksesnya berupaya  menebar citra agar image tokoh maupun partainya terlihat baik di mata publik.  Berbagai janji di umbar, isu-isu di kemas sedemikian rupa sehingga muncul kesan bahwa dia dan partainyalah yang terbaik.
                Iklan ataupun dakwah bagaikan pisau bermata dua.  Disatu pihak, dapat memperbaiki masyarakat, tetapi di pihak lain justru dapat menjerumuskannya. Oleh karena itulah dakwah (iklan) menurut Alquran mempunyai dua bentuk. Yang pertama dakwah yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar) (QS. Ali-‘Imran :104).  Dan yang kedua, dakwah (iklan) yang justru menyeru kepada kejahatan dan mencegah kebaikan (Amar mungkar nahi makruf) (QS. At-Taubah: 67).
                Dua kekuatan iklan (dakwah) itu saling tarik menarik. Ibaratnya,  di satu pihak menenun kain sarung, sementara pihak yang lain justru menguraikannya. Akibatnya, kain sarung tak pernah berhasil dibuat. Bahkan para pegiatnya hanya memperoleh kelelahan.
                Dalam iklan (dakwah) kampanye yang mulai marak ini, sering terjadi kemubaziran  berupa tulisan, gambar,baliho, spanduk maupun kaos-kaos yang melimpah. Tulisan  dan gambar yang sangat banyak  itu menjadi tanpa makna bila pemilu telah usai. Apalagi untuk calon-calon  yang tak terpilih. Untuk itu, ada sedikit tips agar kalah atau menang, gambar dan tulisan itu tetap berguna. Caranya, pasanglah gambar ataupun tulisan yang menginspirasi  guna membangkitkan semangat kebaikan dan kebenaran . Dan bila itu dilakukan, insya Allah, iklan (dakwah) tersebut tidak akan sia-sia walaupun dalam pemilu kalah sekalipun.
              Semoga dengan cara kampanye yang seperti itu, maka iklan itu bernilai amar makruf nahi mungkar. Dan mudah-mudahan mendapat pahala dari Allah SWT.
        Akhir-akhir ini, menjelang digelarnya pemilu legislatif maupun  presiden, iklan kampanye semakin marak dimana-mana.  Semuanya bertujuan sama, agar kelak dalam pemilu rakyat mau memilih diri ataupun partainya. Para politikus dan tim suksesnya berupaya  menebar citra agar image tokoh maupun partainya terlihat baik di mata publik.  Berbagai janji di umbar, isu-isu di kemas sedemikian rupa sehingga muncul kesan bahwa dia dan partainyalah yang terbaik.
                Iklan ataupun dakwah bagaikan pisau bermata dua.  Disatu pihak, dapat memperbaiki masyarakat, tetapi di pihak lain justru dapat menjerumuskannya. Oleh karena itulah dakwah (iklan) menurut Alquran mempunyai dua bentuk. Yang pertama dakwah yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar) (QS. Ali-‘Imran :104).  Dan yang kedua, dakwah (iklan) yang justru menyeru kepada kejahatan dan mencegah kebaikan (Amar mungkar nahi makruf) (QS. At-Taubah: 67).
                Dua kekuatan iklan (dakwah) itu saling tarik menarik. Ibaratnya,  di satu pihak menenun kain sarung, sementara pihak yang lain justru menguraikannya. Akibatnya, kain sarung tak pernah berhasil dibuat. Bahkan para pegiatnya hanya memperoleh kelelahan.
                Dalam iklan (dakwah) kampanye yang mulai marak ini, sering terjadi kemubaziran  berupa tulisan, gambar,baliho, spanduk maupun kaos-kaos yang melimpah. Tulisan  dan gambar yang sangat banyak  itu menjadi tanpa makna bila pemilu telah usai. Apalagi untuk calon-calon  yang tak terpilih. Untuk itu, ada sedikit tips agar kalah atau menang, gambar dan tulisan itu tetap berguna. Caranya, pasanglah gambar ataupun tulisan yang menginspirasi  guna membangkitkan semangat kebaikan dan kebenaran . Dan bila itu dilakukan, insya Allah, iklan (dakwah) tersebut tidak akan sia-sia walaupun dalam pemilu kalah sekalipun.
              Semoga dengan cara kampanye yang seperti itu, maka iklan itu bernilai amar makruf nahi mungkar. Dan mudah-mudahan mendapat pahala dari Allah SWT.